New Normal,Multitasking dan Pembelajaran Digital - Jeremy Mora Panjaitan (Akuntansi 2020)
Pada saat esai ini ditulis,hampir setengah dari populasi total Indonesia telah menerima setidaknya satu dosis vaksinasi untuk Coronavirus Disease-19 (Covid-19) menurut agregat barometer kesehatan Center for Systems Science and Engineering1 .Data ini,bersamaan dengan penurunan infeksi dan mortalitas harian terkait Covid-19 menjadi kabar baik bagi kita semua yang selama setahun lebih telah terdampak oleh salah satu pandemi paling mematikan pada abad ke 21,baik dari segi kesehatan maupun mental dan ekonomi.Wajar jika banyak yang berasumsi bahwa pandemi sudah dekat dengan ajalnya dan kondisi masyarakat bisa kembali normal.Penulis sendiri sangat berharap dan berdoa bahwa kondisi tersebut bisa dicapai.
Tetapi keadaan di lapangan tidak sesederhana itu.Belum ada cukup data yang bisa memastikan bahwa vaksinasi dapat sepenuhnya mencegah penularan dan komplikasi dari Coronavirus,dan ancaman gelombang kedua(second surge) masih menghantui setiap keputusan pemerintah.Tidak ada yang berani mencabut restriksi dan isolasi karena takut pada kemungkinan bahwa infeksi akan meningkat secara drastis akibat kelalaian masyarakat,seperti yang sudah kita lihat terjadi di India dan Amerika Serikat belakangan ini.Di sisi lain,perlakuan lockdown total yang diterapkan pada masa-masa awal pandemi juga tidak mungkin diteruskan karena hambatan yang diakibatkannya pada kehidupan sehari-hari dan pekerjaan orang banyak.
Dilema inilah yang menyebabkan otoritas kesehatan di banyak negara di dunia untuk menciptakan konsep New Normal alias Living with the virus strategy sebagai suatu jalan tengah,dimana aktivitas sehari-hari bisa dijalankan tetapi dengan restriksi dan aturan-aturan yang ditanamkan dalam kebiasaan masyarakat seperti memakai masker,menjaga social distancing serta mengusahakan digitalisasi dari kegiatan akademis untuk mencegah perkumpulan dalam jumlah besar.Bagi mahasiswa dan pelajar lainnya,hal ini berarti Kegiatan Belajar Mengajar akan didominasi oleh aktivitas digital seperti online conference dan sedikit kegiatan tatap muka sampai pandemi benar-benar dikalahkan.
Para pembaca yang sudah merasakan pembelajaran digital sebelumnya mungkin tidak berpikir bahwa ada masalah signifikan yang terjadi akibat digitalisasi kegiatan belajar mengajar, terutama bagi pembaca yang belum pernah merasakan bagaiman kegiatan belajar tatap muka di kampus sebelumnya.Tetapi persepsi ini timbul karena kegiatan belajar mengajar didefinisikan dalam ruang sempit:sebagai aktivitas penyampaian materi pendidikan dari pengajar kepada pelajar.Disini penulis mendefinisikan kegiatan belajar mengajar sebagai segala aktivitas berkaitan dengan pendidikan yang umumnya terjadi secara tatap muka,termasuk didalamnya: konsultasi dengan pengajar,diskusi dan kooperasi dengan rekan pelajar,kegiatan berorganisasi,latihan akademis,seminar dan kegiatan lainnya.Dalam definisi ini,pembelajaran digital berubah dari sebuah kegiatan yang simpel dan monoton menjadi suatu kumpulan aktivitas yang rumit dan pelik untuk dilaksanakan menggunakan komunikasi digital yang terbatas ruang dan waktu.
Kondisi ini menyebabkan banyak pelajar menggunakan infrastruktur elektronik mereka untuk mengerjakan berbagai aktivitas belajar mengajar secara langsung,suatu perilaku yang dalam dunia elektronik disebut sebagai multitasking.
Menurut Lee & Tatgen(2002),multitasking adalah kegiatan yang memecah tugas menjadi beberapa bagian,sehingga seseorang dapat berpindah dari satu tugas ke yang lain dengan cepat. Dalam prakteknya hal ini melibatkan pelaksanaan dua atau lebih aktivitas secara hampir bersamaan menggunakan satu infrastruktur saja,misalnya mendengarkan pengajar melalui konferensi online sambil mengerjakan suatu dokumen di saat yang bersamaan.Multitasking umumnya memanfaatkan beberapa alat indra sekaligus untuk memungkinkan pengguna melakukan berbagai kegiatan secara simultan tanpa harus mendapatkan sensory overload,atau hilangnya konsentrasi akibat kelebihan ransangan pada alat indra yang sama.Menggunakan contoh sebelumnya,saat kita menulis dokumen sambil mendengar dosen kita menggunakan dua indra sekaligus,yakni pendengaran dan penglihatan.
Menurut Endang Fatmawati dalam artikel yang berjudul Multitasking di Era Digital Native, multitasking merupakan solusi yang banyak digunakan oleh pelajar yang mengikuti pembelajaran digital terutama oleh mereka yang berstatus digital native atau berkenalan dengan teknologi informasi sejak usia belia.Mudah untuk melihat mengapa hal ini bisa terjadi:selain dari kelebihan multitasking dalam menyelesaikan banyak tugas dalam waktu yang lebih singkat,pelajar juga bisa menekan biaya dengan menggunakan hanya satu perangkat untuk banyak tugas sekaligus.
Tentu saja,seperti dengan semua hal yang menyangkut New Normal,multitasking dan pembelajaran digital pada umumnya memiliki efek samping yang bisa sangat merugikan bila pelajar tidak memiliki persiapan yang matang,terutama jika dilakukan dalam waktu yang lama,apalagi bila dijadikan sebagai rutinitas.Salah satu efek samping yang paling umum adalah hilangnya konsentrasi dalam bekerja yang bisa menyebabkan pekerjaan kurang optimal.Tidak semua orang bisa membagi konsentrasi dengan baik jika dihadapkan dengan dua aktivitas yang berbeda,terutama bila kedua aktivitas tersebut sama pentingnya.Seseorang yang mengerjakan dokumen sambil mendengar dosen mengajar tidak bisa mengerjakan dokumennya dengan serius karena perhatiannya teralih untuk mengingat apa yang dikatakan oleh dosen,dan bahkan jika dia berhasil menyelesaikan dokumen itu kualitas kerja yang dihasilkannya jelas akan lebih inferior dari sesorang yang menulis dengan konsentrasi penuh.Dalam jangka panjang hal ini bisa menyebabkan penurunan produktivitas akademik yang cukup signifikan.
Selain dari penurunan produktivitas,masalah lain yang bisa ditimbulkan dari multitasking adalah stress mental bagi para pelakunya.Mengerjakan banyak tugas sekaligus dapat membuat siapa saja kelelahan,ditambah dengan stress dari New Normal dan pandemi akan sangat berdampak bagi pelajar dengan kondisi mental yang kurang stabil.
Tentu saja,hal ini tidak berarti bahwa pembelajaran digital tidak bisa dilaksanakan.Multitasking,sama dengan kegiatan-kegiatan New Normal lainnya,bisa dilaksanakan apabila para pelakunya memiliki penjadwalan yang jelas,kedisiplinan dan dukungan dari institusi-institusi yang berkaitan dengannya.Kesiapan masyarakat dan pelajar dalam menghadapi New Normal bergantung pada sosialisasi oleh pemerintah dan institusi mengenai pro dan kontra dari New Normal,serta bantuan intensif bagi mereka yang karena alasan ekonomi atau sosial-individu tidak mampu mengubah kebiasaan mereka.
Komentar
Posting Komentar