Kelas Online atau Offline? - Melfri Amelia (Ekonomi Pembangunan 2019)
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia nya, termasuk sektor pendidikan. Pendidikan adalah pilar utama peradaban dalam pengembangan generasi muda sebagai bibit unggul bagi penerus bangsa. Oleh sebab itu, peran pemerintah sangat diharapkan sebagai eksekutor dalam merancang bentuk pendidikan yang dinamis dan tepat sesuai dengan kriteria model pembelajaran yang baik, valid, praktis dan efektif (Asyafah, 2019).
Khususnya di tengah kemunculan pandemi Covid-19, kondisi ini memberikan dampak signifikan yang mengakibatkan Institusi Pemerintahan seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terpaksa harus memutar otak untuk keberlangsungan pendidikan. Adapun perubahan yang terjadi terlihat jelas dalam penyelenggaraan pola pembelajaran atau proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang awalnya memakai teknik tatap muka langsung dialihkan menjadi virtual/daring sesuai dengan Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19), mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Indonesia. Berlakunya SE Nomor 4 Tahun 2020 ini selaras dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal (3) yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Jadi, apa itu ‘pembelajaran daring’ yang kini sedang berlaku? Pembelajaran daring merupakan program penyelenggaraan kelas pembelajaran dalam jaringan atau jarak jauh untuk menjangkau kelompok target yang masif dan luas dengan peserta yang tidak terbatas. Berbeda pada pembelajaran luring secara tatap muka langsung namun dengan peserta yang terbatas. Tak diragukan lagi, pembelajaran daring ini dinilai positif oleh sebagian orang dalam membantu berlangsungnya pendidikan selama masa pandemi. Namun untuk mengubah kebiasaan sangatlah sulit, terlebih lagi kebiasaan belajar mengajar yang sudah berlangsung sekian lama mengalami perubahan dengan tiba-tiba yang terasa cepat tanpa diduga sebelumnya, inilah yang dialami sekarang.
Di sisi lain, para peserta didik mau tak mau harus mampu mengubah gaya belajar, seperti halnya tenaga pengajar pun diharapkan bisa beradaptasi untuk tetap fokus pada model pengajaran yang bersifat inklusif dan kontekstual agar dapat tersampaikan materi pembelajaran. Akan tetapi, bukan berarti pembelajaran berjalan optimal dan efektif, berbagai kendala yang bisa menghambat pelaksanaan pembelajaran daring diantaranya adalah minimnya pengetahuan dan keterampilan penggunaan platform, kurangnya fasilitas pembelajaran daring seperti laptop dan gawai, serta yang paling krusial yakni kondisi jaringan dan tingginya biaya paket data internet. Keterbatasan pelaksanaannya pembelajaran berpengaruh terhadap psikologi mahasiswa dan menurunnya kualitas keterampilan.
Bagai pisau bermata dua, tentunya terdapat dampak positif dan negatif pembelajaran secara daring maupun luring. Bersumber pada hasil survei tentang evaluasi pembelajaran jarak jauh yang dilakukan oleh Ditjen Dikti Kemendikbud, 90% mahasiswa lebih memilih kuliah luring (luar jaringan) atau tatap muka di kelas dibandingkan dengan kuliah dalam jaringan (daring) atau kuliah online. Walaupun dipandang lebih bebas dan fleksibel dalam pembelajaran, nyatanya untuk ouput mahasiswa mengalami banyak keresahan, diantaranya :
Kewalahan implementasi pembelajaran karena banyaknya tugas tanpa adanya materi yang cukup.
Mahasiswa menjadi pasif, kurang kreatif dan produktif dalam mengembangkan potensinya khususnya pada kegiatan sosial.
Penumpukan informasi/konsep kurang bermanfaat sehingga mahasiswa mengalami gejala social media fatigue, artinya perasaan subjektif pengguna media sosial yang merasa lelah, jengkel, marah, kecewa, kehilangan minat atau kurangnya motivasi berkaitan dengan interaksi di berbagai aspek penggunaan media sosial.
Pelaksanaan physical distancing menimbulkan stress tersendiri bagi mahasiswa akibat tekanan yang diterima.
Lalu, bagaimana solusi yang tepat? Jawabannya adalah bahwa pilihan daring atau luring, membutuhkan tenaga pendidik (dosen) yang kompeten dan interaktif untuk membuat sebuah proses pembelajaran menjadi efektif. Dalam dunia pendidikan, tenaga pendidik disebut “power of education” atau “kekuatan dari edukasi”, tidak hanya akan berdiri di sana mengajarkan materi namun mereka juga membuka kesempatan untuk berkomunikasi secara dua arah dan membuat kelas menjadi lebih interaktif. Tenaga pendidik pun selalu hadir sebagai pendukung, pemecah masalah hingga tokoh panutan yang dapat memotivasi mahasiswa sehingga para mahasiswa nyaman dalam proses kegiatan belajar mengajar. Persepsi mahasiswa pun mempengaruhi respon terkait aktivitas pembelajaran daring, jika mahasiswa memiliki tanggapan positif terhadap pembelajaran daring maka peran dan keterampilannya dalam penggunaan berbagai media dan teknologi demi suksesnya pembelajaran daring akan meningkat.
Untuk itu, Institusi Pendidikan perlu memetakan persepsi dan faktor penentu dalam keberhasilan pembelajaran terlepas dari adanya pandemi Covid-19 untuk menentukan kebijakan aturan baru the new normal live, seperti penerapan metode Blended Learning dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip protokol kesehatan. Metode ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa yang akhirnya menghasilkan pengaruh yang kuat dan berakibat mendatangkan pembelajaran menjadi lebih efektif, lagipula model metode ini tentunya sudah sejalan dan mendukung di era Revolusi Industri 4.0 saat ini.
Komentar
Posting Komentar