Dua Tahun Pandemi Covid-19 : Mahasiswa Sudah Melek Teknologi dan Merasa Nyaman? oleh DUMARIS YANI SIAGIAN
Pandemi coronavirus (Covid-19) sudah melanda hampir dua tahun di Indonesia sejak kemunculannya pertama kali di China pada akhir 2019 lalu. Covid-19 ini bukanlah wabah biasa yang bisa diabaikan begitu saja karna terbukti mampu memberi dampak yang sangat besar bagi seluruh bidang kehidupan dan lapisan masyarakat, tidak terkecuali dunia pendidikan yang kini berubah drastis. Seluruh pelajar di Indonesia bisa merasakan transformasi ini termasuk mahasiswa diseluruh pelosok negeri. Di tingkat universitas, kuliah daring akibat pandemi diberlakukan sejak Maret 2020 sampai saat yang belum ditentukan. Bermula dari hal tersebut mahasiswa diperkenalkan dengan transformasi cara belajar yang baru, mahasiswa berkenalan dengan berbagai fitur dan aplikasi belajar daring. Suka atau tidak, mau atau tidak, bisa atau tidak, baik pengajar maupun pelajar tetap harus berdampingan secara online selama pandemi masih melanda.
Awalnya transformasi ini menjadi beban bagi mahasiswa. Meskipun mayoritas mahasiswa sudah bisa dikatakan mampu bersahabat dengan teknologi yang menjadi kebutuhan sehari-hari seperti handphone dan laptop, tetap saja mereka masih kesulitan karena harus menggunakan fitur dan aplikasi yang baru dikenal secara tiba-tiba tanpa adanya persiapan. Aplikasi seperti Zoom meeting , google meet, google classroom hingga aplikasi scan dan pengubah file wajib dimiliki masing- masing mahasiswa dalam proses belajar.
Tidak sampai di situ, beberapa mahasiswa juga berpendapat bahwa "pandemi menguntungkan mahasiswa tertentu". Bagi mahasiswa yang berdomisili di kota dan dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi, perkuliahan secara daring tentu lebih menguntungkan. Mereka hanya tinggal belajar dari rumah karena jaringan lancar, kuota memadai, serta alat elektronik seperti HP dan laptop yang sudah tersedia untuk memudahkan mereka. Sedangkan bagi mahasiswa pedesaan dan ekonomi yang cukup sulit, tidaklah semenguntungkan itu terutama daerah 3T yang justru menimbulkan beban ganda. Bagaimana tidak, untuk dapat tetap melanjutkan studi dengan baik mahasiswa tidak akan bisa kembali ke rumah mereka yang ada di pelosok. Tidak ada pilihan kecuali tetap menyewa kos atau mengontrak rumah di perkotaan agar terhindar dari kendala jaringan. Belum lagi bagi mahasiswa yang tidak memiliki laptop dan hanya mengandalkan HP untuk belajar via zoom meeting, ujian, mengetik, dan lainnya. Dengan spesifikasi HP yang lebih rendah dari laptop, ngelag juga dapat menjadi masalah besar terutama saat mengerjakan ujian dan tugas yang harus dikumpul on time.
Namun seiring berjalannya waktu, mahasiswa tampaknya semakin terbiasa. Pengetahuan akan penggunaan aplikasi-aplikasi ini pun tampak meningkat. Argumen negatif yang muncul di awal mulai buram ditutupi oleh banyaknya dampak positif yang timbul saat pandemi. Secara tidak sadar, pandemi sudah mendorong kita menjadi mahasiswa yang melek teknologi. Bayangkan jika tidak ada pandemi; Apakah kita akan mengenal zoom, meet, atau google classroom? Lalu, apakah kita akan mengetahui ada metode belajar praktis dan efisien seperti sekarang yang dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun dengan mengandalkan jaringan dan laptop maupun HP ? Mungkin saja tidak. Demikian pula yang terjadi pada kegiatan kampus lain seperti organisasi, kepanitiaan, komunitas dan kegiatan pengembangan diri yang sudah dialihkan secara daring. Bukan hanya fitur belajar saja yang semakin canggih, banyak juga bermunculan platform online yang menawarkan kursus belajar dan pelatihan sertifikasi dengan harga lebih murah dan cukup diakses hanya dari aplikasi dan website yang tentunya telah mendorong mahasiswa mempelajari teknologi terbaru.
Selain penggunaan teknologi, pandemi juga berhasil mengubah budaya mahasiswa. Sejak pandemi, mahasiswa bisa merasakan “kuliah paling praktis yang pernah ada”. Bebas biaya transportasi, terhindar dari macet perjalanan, bisa dilakukan sambil bekerja atau membantu orang tua, dan lebih banyak waktu luang dibanding dengan saat tatap muka.Waktu luang ini sangat cukup untuk belajar mandiri bahkan masih bisa disubstitusi dengan kegiatan pengembangan diri yang tidak kalah penting seperti internship, bekerja paruh waktu, atau menjalankan bisnis sendiri. Sangat menyenangkan walaupun tidak sedikit juga mahasiswa yang menyalahgunakan kesempatan ini untuk hal negatif seperti melakukan multitasking yang kurang baik saat belajar dengan membuka sosmed, menonton youtube, tidak mengikuti pembelajaran dan memanfaatkan kondisi korona dengan cara yang buruk seperti mengelabui dosen dengan alasan jaringan kurang stabil. Kondisi pandemi membuat kita bisa melakukan beberapa aktivitas secara bersamaan namun tidak saling mengganggu. Sangat mudah, semua kegiatan benar-benar dilaksanakan dalam genggaman dan hanya memerlukan kehandalan dalam teknologi. Dengan kondisi yang mudah seperti ini, tidak mengherankan banyak mahasiswa yang kini sudah nyaman, terbiasa dan bahkan lebih suka dengan transformasi perkuliahan yang sekarang.
Namun, walaupun pandemi telah membuat kita menjadi mahasiswa yang melek teknologi, jangan terlena!Kita tetap memerlukan kesadaran dan kewaspadaan diri. Sadar atau tidak, kita sudah memiliki ketergantungan yang tinggi pada teknologi yang membuat kita tidak bisa hidup tanpanya. Merasa nyaman boleh saja, namun tetap berhati-hati! perlu ditekankan bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok mengingat saat ini pun banyak dampak negatif yang disebabkan oleh teknologi. Kita sebagai mahasiswa harus lebih bijaksana lagi dalam memanfaatkan sisi positifnya dengan mengendalikan diri serta menggunakan kesempatan hari ini untuk pengembangan diri, melakukan kegiatan positif dan mempersiapkan diri menjadi generasi emas Indonesia yang melek teknologi dan berprestasi dimasa mendatang.
Komentar
Posting Komentar