Generasi Langgas Anti Hoax - Jenny (Akt 2017)



Saban hari saya bertualang di media sosial yang saya miliki, pernah saya mencoba mencari tahu apakah masih banyak milenial yang menyalahgunakan media sosialnya dengan menyebar berita bohong (hoax). Tidak ada kajian terbaru yang mengatakan bahwa milenial adalah generasi yang paling banyak menyebarkan hoax melalui media sosialnya akan tetapi milenial dan media sosial nya rentan terkena dan/atau menerima hoax. Tentu kita sudah sering mendengar bahwa generasi milenial sering kali diidentikkan dengan generasi langgas yang sangat terikat dengan teknologi termasuk media sosial. Generasi ini banyak mengaktualisasikan dirinya melalui  media sosial, dengan kata lain media sosial sudah menjadi tempat nongkrong generasi langgas; tongkrongan dunia maya. Hal ini mnjadikan generasi ini retan terkena hoax.

Perkembangan zaman menjadikan media sebagai sumber informasi semakin berkembang. Perkembangan ini juga diikuti oleh kemudahan mengakses informasi. Bahkan tanpa kita akses, informasi tersebut dapat sampai kepada kita melalui media digital yang kita gunakan. Media sosial adalah media yang menghubungkan seseorang atau kelompok melalui daring yang memungkinkan pihak yag terlibat berkomunikasi maupun bertukar informasi baik melalui blog, wiki, whatsapp, facebook, twitter, dan jejaring virtual lainnya. 

Di era industry 4.0 ini, banyak platform media sosial yang berlomba-lomba menyempurnakan fiturnya untuk menarik perhatian penggunanya; seperti memberikan ruang mengakses, berbagi, bahkan berpartisipasi dalam membuat suatu informasi yang prosesnya kian sistematis. Jenis penyediaan ruang yang beragam memungkinkan kita melakukan kegiatan yang beragam pula, seperti update informasi sehari-hari, berkomuikasi dengan teman, berbagi aktivitas di media sosial,  berbagi ilmu, berniaga, dan banyak lagi. Pengembangan fitur ini, diikuti oleh adanya kenaikan pengguna sosial media yang menyebabkan tingginya frekuensi akses terhadap media sosial. Dilansir dari artikel yang dirilis oleh kumparan.com, 61 persen dari 272,1 juta penduduk Indonesia sudah menggunakan internet dan jumlah pengguna media sosial meningkat menjadi 59 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 160 juta. Namun peningkatan penggunaan internet dan akses terhadap media sosial—termasuk konten dan informasi didalamnya—tidak menjamin kedewasaan penggunanya dalam memanfaatkan internet dan media sosialnya.

Kita tidak bisa menolak, penyalahgunaan terhadap keduanya masih sering terjadi.  Penyalagunaan tersebut berupa penyebaran berita bohong (hoax), perilaku konsumtif yang merugikan, sampai perilaku negatif berskala besar yang berkaitan dengan penipuan, pembulian, dan sejenisnya. Penyalahgunaan ini tentu merugikan pembaca ataupun orang-orang disekitar kita yang menerima informasi yang kita bagikan kembali. Contohnya sampai 1 April 2020 terdapat 405 hoax beredar terkait COVID-19 (katadata.co.id). Selain itu, Ciricara.com menuliskan bahwa aksi bullying di Indonesia cenderung lebih banyak dilakukan melalui media sosial.

Jika diteliti lebih jauh lagi, hal ini dapat  terjadi karena kurangnya kesadaran kita akan pentingnya memahami apa yang menjadi makna eksistensi  media sosial. Pemahaman tersebut dapat kita temukan didalam pembelajaran mengenai literasi media. Mengutip dari laman literasi publik, Literasi media adalah suatu  kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media.  Maka dapat kita simpulkan bahwa melalui pemahaman akan literasi media, ketika kita disuguhkan suatu informasi kita diajak untuk kritis terhadap proses pembuatan informasi tersebut sehingga pikiran dan mental kita tidak secara instan dipengaruhi oleh informasi yang kita terima. Karena melalui proses kritis—pemilahan informasi— tersebut kita sudah menimbang dan mencari tahu kebenarannya. Eksistensi media sosial bukan hanya sebagai ajang untuk mengunggah apa yang kita suka akan tetapi lebih jauh lagi, setiap hal yang kita unggah pada media sosial kita akan dikonsumsi oleh orang lain. Apabila yang kita bagikan adalah informasi yang salah, hoax misalnya, maka akan mempengaruhi kondisi lingkungan atau pun orang-orang disekitar kita; misalnya ketika kita menerima informasi yang kemungkinan berisi kepanikan dan menyebarkannya lagi ke orang lain.

            Selain kurang nya pemahaman akan literasi media, perilaku penyalahgunaan media sosial sebagai media informasi juga disebabkan oleh kurang membaca. Tak heran Indonesia menduduki posisi  dua terbawah dari 61 negara yang ada  di dunia (wartaekonomi.co.id). Setiap informasi yang kita terima dari media sosial kita, tidak semua valid. Kita perlu memilah seperti apa awal mula atau hal yang melatarbelakangi berita  itu diolah hingga terbentuk menjadi informasi  utuh dan kita terima saat ini. Sangat perlu bagi kita untuk menimbang dan mempertanyakan juga mencari tahu kebenaran informasi tersebut . Sehingga ketika kita tahu informasi tersebut tidak benar adanya, kita dapat mengabaikannya atau jika informasi tersebut benar adanya namun tidak memiliki manfaat kita dapat menyimpannya dalam pikiran kita; keep it in our mind. Dengan begitu tidak semakin banyak berita bohong atau pun berita tidak penting yang beredar. Apabila kita tidak jeli dalam menanggapi (menyaring), membuat, atau bahkan membagikan suatu informasi,  maka ujung jari kita  yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menyebarkan berkat—melalui unggahan yang bermanfaat—menjadi hilang kesempatanya.  Sebagai generasi langgas yang memiliki sifat yang saya jelaskan diawal, penting bagi kita untuk berkontribusi dalam pencegahan penyalahgunaan media sosial sebagai media informasi. Jika para medis adalah garda terdepan untuk kesehatan karena mereka ahli dibidang kesehatan—maka generasi langgas—sebagai generasi yang dianggap paling paham dengan teknologi—menjadi garda terdepan untuk mencegah penyalahgunaan media sosial, termasuk  penyebaran hoax.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KRISTEN: AGEN ATAU KONSUMEN??? (Ditulis oleh ESRA SHINTIA D. PANGARIBUAN)

Resume Diskusi: Visi dan Misi USU

Kajian: Lulus Kuliah Sudah Tau Mau Kemana?