Resume Inspiring Talk “Be Brave to get Scholarship"
Inspiring talk
merupakan program kedua Divisi Diskusi Campus
Concern pada Semester B periode 2020 dengan judul “Be Brave to get Scholarship”. Sasaran kualitas dari program ini yaitu peserta diskusi (AKK) mengetahui pentingnya beasiswa,
termotivasi untuk mendapatkan beasiswa, dan termotivasi untuk mengemukakan
pendapat. Inspiring talk dilaksanakan
pada Jumat, 13 Maret 2020 di GBR
114 pukul 14.35 WIB. MC pada diskusi kali ini adalah Ester
Tambunan (Akuntansi
angkatan 2018) dan gitaris yaitu
Teguh (Akuntansi
angkatan 2019). Moderator diskusi
ialah Jessica
Pradipta (Akuntansi
angkatan 2016). Tidak kalah penting, ada empat narasumber handal yaitu Fran Jaya penerima beasiswa KSE,
Rahman penerima beasiswa BI, Vina Meliyana Br Parangin-angin penerima beasiswa
XLFL, dan Renya Clara Tetamia Sembiring Depari penerima beasiswa Tanoto
Fondation.
Inspiring Talk
diawali dengan ibadah singkat pada pukul
14.35 WIB kemudian dilanjutkan oleh moderator. Sesi tanya jawab dimulai dengan pertanyaan
moderator tentang bagaimana
proses dan keadaan pada saat awal kuliah hingga akhirnya memulai untuk mengambil
beasiswa kepada Rahman dari beasiswa BI. Rahman mengatakan bahwa waktu pertama
kali kuliah, ia belum menemukan jati diri. Perlahan jati dirinya muncul ketika
dirinya mulai mengikuti organisasi. Rahman menemukan beasiswa Bank Indonesia
dan bergabung dengan Generasi Bank Indonesia (GenBI). GenBI adalah komunitas
penerima Beasiswa Bank Indonesia, dimana komunitas itu mendapatkan tanggung
jawab sebagai penyambung lidah dari Bank Indonesia kepada masyarakat. Ketika ia
ingin mencoba mengambil Beasiswa BI, dia juga memiliki rasa takut seperti yang dimiliki
manusia pada umumnya, tetapi tidak menjadi penghalang baginya mengambil beasiswa tersebut.
Narasumber
penerima beasiswa KSE, yaitu Fran Jaya menceritakan bagaimana awalnya ia adalah
orang yang sempat menganggur ketika lulus SMA, tetapi kondisi tersebut tidak mematahkan semangatnya
untuk kuliah. Setelah menganggur selama satu tahun, akhirnya ia diterima di USU
Jurusan Biologi. Kemudian dia mencari strategi untuk mengembangkan potensi yang
ada pada dirinya. Dia Berhasil mendapat beasiswa ditahu kedua setelah gagal
ditahun pertama.
Renya (Tanoto Fondation) juga menjelaskan bahwa pada awalnya ia
ingin mencoba beasiswa hanya karena ingin membantu orang tua dalam hal finansial, tetapi setelah menerima
beasiswa tersebut, ternyata tidak hanya uang yang dapat diperoleh, melainkan
pengalaman. Di Tanoto Foundation sendiri ada program Leadership
Camp. Leadership
Camp
adalah wadah untuk mengaplikasikan proyek yang gunanya untuk pengabdian kepada
masyarakat. Ia menambahkan bahwa semua
harus dimulai terlebih dahulu. Ketika kita tidak memulai kita tidak akan pernah
tahu sampai sejauh mana diri kita.
Selanjutnya dari pemateri XL Future Leader, yaitu Vina.
Awalnya ia tidak tertarik untuk mengikuti beasiswa. Vina hanya tahu XLFL sedang
menerima pendaftaran, kemudian ikut mendaftar. Vina melakukan pendaftaran pada hari
terakhir pendaftaran. Ia hanya bermodalkan keberanian, hingga akhirnya diterima.
Pertanyaan baru kemudian ditanyakan oleh moderator bahwa
apakah narasumber setelah diterima di beasiswa kemudian baru tahu ternyata ada
pelatihannya atau sudah tahu sebelumnya ada pelatihan dan ingin masuk ke beasiswa
tersebut.
Fran menjawab: “Sebenarnya sudah tahu sebelumnya bahwa
KSE ada pelatihannya, maka dari itu saya tertarik. Di KSE ada yang namanya
paguyuban. Di paguyuban ini saya diajarkan banyak hal, mulai dari
wadah untuk kegiatan, cara menjadi mahasiswa berprestasi, berwirausaha, membangun relasi, dll.
Paguyuban KSE juga ada disetiap universitas negeri di Indonesia, jadi dapat
memudahkan saya ketika akan pergi lomba atau mengikuti event-event tertentu karena ada
paguyuban di setiap daerah”
Rahman
menjawab: “Kita pasti bisa menemukan jati diri kita baik itu di dalam maupun luar organisasi. Hanya kita sendiri yang tau bagaimana cara menemukan jati diri
kita.
cocoknya dimana, sukanya apa. Nah, kalau di GenBI sendiri, setiap bulannya ada
pengembangan bakat, pelatihan pengembangan cara berkomunikasi, bahasa Inggris,
sampai bagaimana cara menulis yang benar pun diajari. Maksudnya ketika kita ingin masuk
ke sebuah komunitas, kita udah tahu branding
kita sendiri dan ketika masuk ke
komunitas, tinggal dikembangkan saja. GenBI di Sumatera ada di USU, UNIMED dan
UIN”
Vina
menjawab: “Kalau Saya
masuk dulu baru tahu. Ketika ada pendaftaran, langsung daftar tanpa melihat
dalamnya kayak gimana, tetapi setelah masuk, bener-bener diajarin
dari ujung kaki sampai ke ujung rambut: Diajarin cara duduk yang bener gimana
dan
hal-hal detail lainnya”
Ketika kita ikut dalam beasiswa, kita pasti punya banyak kegiatan, disamping itu kita
juga seorang mahasiswa.Apa sih dampaknya? Dampak dari sebuah organisasi kepada
kita ya pastinya sangat berdampak karena di dalam organisasi tersebut kita
diajari banya hal seperti public speaking yang dapat digunakan untuk membangun
relasi di lingkungan.
Lalu moderator
mengarahkan narasumbaer untuk menjelaskan tantangan dalam menghadapi orang yang
memiliki jiwa “Leader
of leaders”. Renya mengatakan menyatukan berbagai pendapat sangatlah sulit, tetapi menjadi
tantangan tersediri untuk
menyatukan pemikiran dan
perbedaan tersebut.
Banyak yang dibisa dipelajari, seperti cara menolak ide dan sebagainya.
Terdapat keseruan ketika bisa menyatukan semua
pendapat, ada rasa puas tersendiri, sedangkan Vina berpendapat bahwa menjadi
seorang pemimpin bukan berarti selalu benar, tetapi menjadi seorang pemimpin
bisa mendengarkan orang yang ada disekitar kita. Ada banyak tantangan terkhusus
untuk anak zaman sekarang seperti ketika
ditanya tidak memberikan tanggapan, ditanyai pendapat tetap diam. Maka caranya
adalah dengan memberikan ide-ide atau semacamnya dan ketika mereka merasa itu
tidak benar maka mereka akan bersuara.
Rahman memiliki pemikiran yang sama dengan Vina bahwa
seorang pemimpin harus bisa mendengarkan orang lain, menyatukan ide-ide dari
orang-orang yang sudah lulus seleksi itu akan sangat sulit. Namun, dari pemikiran-pemikiran tersebut akan sulit menyatukan
pendapat dan ada kepuasan ketika apa
yang dilakukan bermanfaat bagi orang lain.
Setelah
panjang lebar bertanya jawab dengan moderator, tibalah saatnya untuk tanya
jawab langsung dengan peserta. Surya, mahasiswa jurusan akuntansi, angkatan
2019 bertanya: “Awal masuk kuliah sangat berambisi untuk melakukan ini dan itu,
tetapi semakin kesini kok malah jadi mahasiswa kupu-kupu? Dan apasih untungnya keluar dari zona
nyaman?” Dijawab oleh Rahman dari GenBI: ”Zona nyaman adalah ketika kita masih
melakukan hal-hal yang sering kita lakukan dan tidak berisiko. Ketika kita mau
keluar dari zona nyaman kita, ketika kita mau keluar dari hal-hal yang sering
kita lakukan akan sangat sulit. Urusan
berhasil atau tidaknya adalah urusan belakang, yang paling penting kita sudah
berani. Cobalah untuk mencari banyak kegiatan, pasti kita akan bertemu dengan
orang-orang volunteer dan pasti
menemukan hal-hal baru yang belum pernah dirasakan” Dilanjutkan oleh Fran bahwa
ketika kita keluar dari zona nyaman kita
lebih bertanggung jawab.
Pertanyaan
kedua dari Devani (akuntansi
angkatan 2018) tentang bagaimana tips dan trik agar CV
lolos seleksi administrasi. Vina menjawab: “Tips yang pertama adalah kita harus
menjelaskan diri kita, selling yourself.
Jangan menjelaskan nama, tempat tanggal lahir dan sebagainya. Itu bukan
biodata, itu CV. Disitu kita harus menjelaskan apa yang ada dalam diri kita.
Contohnya, Vina Meliayana adalah seorang lulusan pendidikan matematika, sangat
tertarik pada dunia pendidikan, self development, humanity dan saya juga pernah
melakukan projek dengan bla bla bla. Kalian harus menunjukan apasih yang bisa
dijual dalam diri kalian. Semua orang punya nama kok, semua orang punya tempat
tanggal lahir, dan penyeleksi tidak membutuhkan itu. Selain itu, nama file
jangan yang aneh-aneh
seperti ‘CV puji Tuhan lolos’ seharusnya
langsung aja CV Vina Meliaya”.
Pertanyaan
selanjutnya oleh Renaldo (Manajemen
angkatan 2019) yaitu
bagaimana tips dan trik lulus interview? Bagaimana
mempertahankan IP disamping kegiatan kegiatan beasiswa? Pertanyaan tersebut dijawab
oleh Renya. Ketika wawancara, be yourself!
Jangan ada yang dibuat-buat dan peletakan tangan harus dibuka dan jangan
ditutup. Bertanya dulu apakah diperbolehkan untuk duduk, kemudian duduk dengan
posisi nyaman. Ketika ditanya tentang diri kita, jangan ceritakan tentang
kekuatan diri kita saja, tetapi juga apa yang bisa kita diberikan ke
beasiswanya.
Pertanyaan
yang terakhir dari Andreas (Ekonomi
Pembangunan angkatan 2018), yaitu bagaimanakah peluang dari orang
yang mengikuti organisasi dengan orang yang bahkan tidak kuliah dalam dunia
pekerjaan? Dijawab oleh Rahman.
Bicara peluang,
pasti berbicara tentang kreatif, usaha serta kemampuan. Menurutnya, hal ini tidak bisa diukur Tetapi orang mau berusaha dan mengeluarkan potensi
diri, dll, pasti punya kesempatan untuk meraih hal yang lebih. Orang atau
perusahaan lebih tertarik pada orang yang memiliki pengalaman organisasi dari pada orang yang hanya
mengandalkan IPK.
Sesi
tanya-jawab
diakhiri dengan closing statement dari setiap narasumber. Para narasumber mengajak mahasiswa untuk keluar
dari zona nyaman, cari relasi sebanyak-banyaknya dengan cara menjadi bagian
dari beasiswa dan ketika melakukan kesalahan jangan menyerah, coba lagi dan
lagi. Manfaatkan
kesempatan yang ada, lakukan
hal-hal yang membangun potensi, coba bangun
personal branding masing-masing,
berusaha meyakinkan orang lain terhadap apa yang kita lakukan dan katakan, banyak
berdoa, dan minta izin dari orang tua, Be brave!
kesalahan
bukan berarti gagal tetapi
pelajaran baru, jangan pernah takut.
Adapun sasaran kuantitas yang diharapkan adalah 41 AKK,
dan yang hadir sebanyak 41 peserta (33 AKK dan 8 non-AKK) sehingga hasil yang diharapkan secara kuantitas tidak
tercapai, namun secara kualitas terapai. Divisi Diskusi Campus Concern FEB berharap
semakin banyak peserta diskusi yang dan
berpartisipasi pada diskusi CC selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar