Punya Suara kok Gak Dipakai !!! - Johan (Mnj 2019)
“Tidak mau menyentuh politik” itulah
kata beberapa mahasiswa, namun kenyataannya disadari atau tidak, di kampus
mahasiswa-mahasiswa itu telah mempraktikkan politik dalam skala dan konteks
yang berbeda.
Politik dalam bahasa sederhananya
adalah setiap usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya. Ketika seorang bayi menangis karena kehausan kemudian tidak lama
berselang sang ibu memberikannya ASI, maka seorang bayi tadi sudah dapat
dikatakan berpolitik. Kemudian semisal kita mengajukan pertanyaan kepada dosen
di kelas, lalu dosen mempersilakan dan memberikan jawaban, hal itu juga
merupakan salah satu bentuk implementasi politik kita di kelas. Sungguh ironis
ketika kita yang memiliki ilmu di bidang disiplin ilmunya masing-masing namun
tidak memiliki hasrat akan berpolitik, yang menjadi salah satu soft skill
kehidupan manusia sehari-hari.
Wajar saja jika pembangunan bangsa
ini tidak sepesat yang diharapkan rakyat kebanyakan, karena boleh jadi
perekonomian kita saat ini dikuasai oleh orang-orang yang mengerti politik
tanpa mengerti keilmuaan di bidang ekonomi. Demikian juga dengan pertanian
Indonesia kini misal, yang seolah nyaman dalam perjalanannya di tempat, karena
sekali lagi boleh jadi pertanian bangsa ini dikuasai oleh orang-orang yang
memahami perpolitikan namun minim akan pengetahuan tentang pertanian. Dapat
juga adagium ini dibalik dengan menyatakan bahwa dunia pertanian kita saat ini
belum maju karena dikuasai oleh orang yang mungkin memang ahli di bidang
pertanian namun minim akan kemampuan berpolitik.
Agent of change, social control, dan
iron stock itulah mahasiswa jangan mengganggap diri sebagai mahasiswa jika
hidup apatis dan tidak perduli lingkungan sekitar. Kampus memang tak hanya jadi
tempat generasi muda menimba ilmu dan membangun karakter. Kampus juga tempat
mahasiswa mengenal dan belajar tentang demokrasi. Idealisme yang lebih tinggi
bahkan menegaskan kampus adalah arena memupuk jiwa kepemimpinan, kampus adalah
tempat menyemai calon-calon pemimpin baru masa depan. Dan kampus diingkari atau
tidak telah menjadi sebuah miniatur arena politik mahasiswa.
Pemilihan Raya Mahasiswa atau yang
populer dengan sebutan Pemira, menjadi ajang pertarungan idealisme yang dikemas
seperti halnya Pemilu di negeri ini. Lewat Pemira, pemimpin mahasiswa dipilih.
Pemimpin mahasiswa yang di kampus mendapat sebutan prestisius Presiden
Mahasiswa. Lewat Pemira para wakil mahasiswa juga akan ditentukan. Para wakil
yang mendapat gelar hebat bernama Senat. Pemira tak kalah seru dengan Pemilu. Para
calon senat dan presiden mahasiswa mengadu visi dan misi, menggelar debat dan
kampanye dengan menyebar selebaran dan membuat spanduk raksasa lalu memasangnya
di pinggir jalan dan tempat-tempat strategis lainnya di kawasan dalam kampus.
Dalam Pemira, mahasiswa mempunyai
peran yang sangat penting dalam pengawalan tahapan tahapan Pemira. Banyak gerakan-gerakan yang dapat dilakukan
mahasiswa untuk ikut andil dalam pesta demokrasi ini,.Hal lain yang dapat
dilakukan Mahasiswa dengan Lembaganya yang biasa disebut Badan Eksekutif
Mahasiswa itu adalah aksi-aksi simpatis dan damai dalam rangka mengkampanyekan
Pemira yang damai, Bersih dan Pencerdasan Pemilih. Hal ini sangat perlu
dilakukan mahasiswa karena kebanyakan dari mahasiswa sendiri masih buta akan
pengetahuan mengenai Pemira dan tahapannya. Mahasiswa juga harus bisa
memahamkan kepada mahasiswa lainnya akan pentingnya Pemira dalam memajukan
universitas kedepannya.
Kemudian mengajak mereka yang belum
sadar untuk memilih dalam Pemira dan tidak menjadi golongan putih adalah
langkah yang harus dilakukan. Hal-hal yang bisa dilakukan mahasiswa yang sudah
sadar akan urgensi berpartisipasi dalam Pemira adalah memberikan informasi
yang jelas dan benar mengenai
calon-calon pemimpin mereka yang akan bertarung pada Pemilihan nantinya,
Lembaga independen semacam KPU juga bisa menyadarkan mahasiswa yang selalu
terpengaruh untuk memilih dengan alasan-alasan primordial atau lebih memilih
pemimpin yang terlihat menarik hanya secara penampilan, atau terkait SARA
(Suku, Ras, Agama dan Antar golongan) lainya tanpa melihat track record-nya dan
bukan pemimpin yang membawa ke arah yang lebih baik perlu dikikis, tetapi tentu
saja ideologi independensi mahasiswa dalam mencerdaskan pemilih ini harus harus
dijunjung tinggi.
Di fakultas ekonomi dan bisnis USU
sebentar lagi akan diadakan pemira untuk memlih Gubernur dan Wakil Gubernur
serta pemilihan KAM (kelompok Aspirasi Mahasiswa) atau partai politiknya kampus
untuk menempati kursi MPMF (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas). Diharapkan
seluruh mahasiswa FEB USU turut ambil andil dalam pesta demokrasi fakultas ini,
jangan memilih berdasarkan primordial tetapi kita harus tau kualitas dari calon
yang ingin dipilih, jangan ikut-ikutan pilihan orang lain, kita harus aktif dan
jangan masa bodoh, jangan beranggapan tidak ada untungnya ikut dalam demokrasi
ini, apalagi sampai golput. Masa depan FEB ada ditangan kita, jika pemimpin
kita berkualitas, maka FEB akan lebih baik.
Pemilih Berdaulat, FEB Kuat !!!!
Komentar
Posting Komentar