Lika-Liku Demokrasi Kampusku (Nico , Akuntansi 2016)
Pemira… Pesta
Demokrasi Mahasiswa…
Hidup
Mahasiswa….!!! Tegakkan Kebenaran…! Tegakkan Keadilan….! Blablablabla.
Semangat Pemira sudah mulai tampak
ditengah kampus kita. Orasi, Kampanye, Dukungan, dsb sudah mulai tak asing di
mata kita akhir-akhir ini. Mungkin kalau mahasiswa lama, apalagi aktivis di
stambuknya, atau paling ngga, aktif di dunia organisasi sudah tak akan asing
lagi dengan kegiatan-kegiatan seperti itu. Sebagian besar sih mereka juga yang
bikin kegiatan itu. Lah, mahasiswa baru? Pastinya sih mikir, “apaan sih itu?”,
“Norak banget sih bikin aksi-aksi begitu.” , atau bahkan ada yang ketakutan
terus cepat-cepat pesan Grab pulang
ke kos. *emot
Gegap gempita dan riuh gemuruh
pelaksanaan pemira memanglah seperti itu, semakin dekat ke harinya, apalagi
masa kampanye , pasti kampus ribut tuh, buat nunjukin paslon-paslon dukungan
tiap golongan. Lah, kalo udah ribut, ntar kelas-kelas yang sedang masuk bakalan
terganggu dong, kagak dimarahin dosen tuh?. Indahnya dunia mahasiswa ialah
“Kita adalah garda terdepan perubahan”, oleh karena itu, dosenpun tak dapat
mengatur apalagi mengomando kita sebagai mahasiswa untuk berhenti bertindak,
beraspirasi, bahkan berdemonstrasi sekalipun. Ingat kitapenyandang gelar “Maha”
.
Lalu, haruskah semua mahasiswa seperti
itu? Jelas jawabnya tidak. Berarti mereka yang seperti itu salah? Juga tidak.
Terus harus gimana dong? Jawabnya cuman satu, “Jadilah mahasiswa yang
pinter-pinter”. Kenapa? Karena pintar saja tidaklah cukup, pintar buat dirimu
sendiri tanpa memperdulikan dunia sekitarmu, adalah suatu kesalahan yang luar
biasa salah. Saya harus cepat tamat, supaya cepat dapat kerja, cepat dapat
pendamping, dan blablablabla. Peduli apa sama pemira? Peduli apa sama PEMA?
Gubernur? Halah ga penting. Sikap-sikap seperti itulah yang perlu kita
hilangkan sebagai mahasiswa. Terus saya harus ikut berorasi, berdemonstrasi
atau apa gitu? Ya, tidak juga, cukup jadi mahasiswa yang peduli, kritis,
analitis dan tidak apatis terhadap perkembangan-perkembangan ataupun
permasalahan yang ada di tempatmu mengenyam pendidikan.
Sama seperti halnya pemilu, pemira
merupakan sarana dalam mewujudkan tata pemerintahan mahasiswa yang demokratis,
yang pada hakikatnya, merupakan proses ketika mahasiswa sebagai pemegang kedaulatan tertinggi (sama halnya rakyat) memberikan mandat
kepada calon pemimpin untuk menjadi pemimpinnya.Patutlah kita sebagai rakyat
mau turut peduli untuk memperhatikan dan menetapkan secara sportif siapa yang
pantas berdaulat atas kita, agar juga proses pemira dapat terlaksana dengan
baik dan maksimal. Pemira juga memiliki azas, yakni LUBER-JURDIL yang sejak di bangku SD pastinya
tak asing lagi di telinga kita. Namun tak dapat dipungkiri bahwa azas pemira
tersebut masih sulit untuk kita aplikasikan. Banyak problematika ditengah
kehidupan mahasiswa yang membuat pemira tidak lagi sportif dan taat azas. Contoh
halnya ialah ketika antar golongan mahasiswa mendukung calon yang berbeda, maka
golongan yang lain daripadanya langsung dianggap musuh bagi sebagian orang,
sehingga lawan politik yang dianggapnya musuh, dihina ataupun dijelek-jelekkan
dengan segala cara,padahal jiwa patriotisme bukanlah jiwa kerdil seperti itu,
melainkan jiwa yang mau menerima bahwa perbedaan merupakan sesuatu hal yang
berharga bukan berbahaya. Dan contoh yang lain, yang sudah tak asing lagi yakni
Isu-SARA. Gak usah skeptis, emang
realita.
Masalah yang juga ada ialah keapatisan
mahasiswa. Sudah tahu pesta demokrasi, tetap saja tak perduli. Apa yang
menyebabkannya? Kurangkah sosialisasi? Minimkah informasi? Atau karena begitu
banyak SKS yang sedang dihadapi? Saya kira penyebab yang sebenarnya tak lain
tak bukan hanyalah TIDAK PEDULI. Dari
tahun ke tahun jumlah pemilih dalam pemira tak pernah sama dengan jumlah DPT
yang ada, selalu saja kurang. Iya DPT, Daftar Pemilih Tetap. Data dari KPU
tahun ini, DPT dalam pemira tahun lalu adalah sekitar ±4000
an, tetapi yang ikut berpartisipasi? 1500 saja, tak sampai setengahnya. Miris
ya. Tahun ini DPT sejumlah 4.444, mari kita saksikan kepedulian kita sebagai
mahasiswa, akankah tembus angka 3000? Semoga saja.
Jadilah mahasiswa pejuang, Tak perlu
memiliki suara lantang, IPK tak terbilang, ataupun body proporsional berbidang-bidang untuk melakukan aksi perjuangan, cukup peduli terhadap
lingkunganmu, gunakan hak suaramu, tentukan pilihanmu, niscaya perbuatanmu
sudah tergolong aksi nyata bagi kampusmu.
Komentar
Posting Komentar