Review Buku : Kami (Bukan) Sarjana Kertas oleh Lamria Simangunsong (Akuntansi 2019)
“Mau jadi apa kalian
setelah lulus? Sarjana Kertas? Ngerasa pintar,hebat, diatas kertas. Tapi
menghadapi dunia nyata malah gak bisa? Kalian ini mahasiswa, bukan maha-sisa!”
Di
zaman sekarang nilai ijazah menjadi hal terpenting dalam perkuliahan. Dimana
banyak masih banyak mahasiswa mengejar nilai alfabet dengan tanda + dan - didekatnya, sehingga memunculkan
fenomena pengganguran dimana tidak sedikit diantaranya bergelar sarjana.
Nah
membicarakan fenomena tersebut. Buku ini mengangkat berkenaan topik tersebut
tentang kisah tujuh mahasiswa yang mengejar impian nya di universitas UDEL yang
berlokasi antah beratah.
Buku
ini diawali dengan datang nya dosen yang menanyakan kepada sekumpulan manusia
yang baru duduk di perkuliahan dengan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh
mereka dan membawa sekoper tikus dan melepaskan tikus itu berlarian kearah
mahasiswa baru tersebut.
Buku
ini mengandung banyak pesan untuk tenaga pendidik dan mahasiswa. Dimana masih
banyaknya tenaga pendidik menjadi dosen mafia, hanya menciptakan mahasiswa
silabus , hanya membawa buku ke kelas, kelas ke buku, kembali ke kelas begitu
seterusnya. Ada juga dosen kolot yang sudah ketinggalan perkembangan zaman,
dosen yang menjadikan mahasiswa sebagai objek dagangan dengan menjual belikan
buku yang super mahal, dengan tugas CBSH (Catat Buku Sampai Habis) , bahkan
dosen tersebut yang masih kokoh dengan pendiriannya super kuno dan tidak mau
diberikan penjelasan bahwa esensi universitas bukan hanya membangun
intelektualitas. Tapi juga membangun jiwa mahasiswa dan kepekaan terhadap
lingkungan dan masyarakat, dimana dalam melakukan hal tersebut perlunya peran
para pendidik, bukannya menghambat perkembangan dan menambah ketidakpekaan terhadap
kemajuan perubahan dan malah mempersulit mahasiswa (hal 158).
Buku
ini juga menunjukkan persahabatan diantar mahasiswa dengan sama sama berjuang
meraih impian, membantu dalam setiap permasalahan dan menjadi anjing setia
dalam meraih impian dan selalu menyelak untuk impian teman teman dan membantu
menghidupkan kan mimpi bersama.
Kisah
tujuh mahasiswa ini dalam menghadapi masalah mulai dari harus pindah keluar negeri
karena permintaan keluarga, sempat bunuh diri karena hilangnya kepercayaan diri
untuk hidup dan ingin dinikahkan disebabkan ketidaksanggupan dalam membayar
biaya kuliah dan menjadi beban keluarga yang terus terbayang-bayang bagaimana
jika setelah lulus, bekerja dimana dan bagaimana melanjutkan hidup setelahnya.
Diantara
kisah tujuh mahasiswa , ada kisah dimana mahasiswa tersebut hanya mengejar IPK
tinggi sehingga melupakan kepekaan nya terhadap lingkungan bahkan teman
temannya bahkan mengisolasi diri dengan dunia luar. Ada juga kisah mahasiswa
yang terjeremus ke dunia seisap dua isap yang menjebloskan nya ke hotel prodeo
, mahasiswa yang yang berjuang mengangkat nama universitasnya yang terbawah
dengan ide-ide yang membangun kreativitas dan inovasi dibidang Start-up.
Kisah
mahasiswa yang hampir kehilangan semangat mengejar impiannya dan ingin
menyelesaikan kehidupannya dengan tangannya sendiri, mulai bangkit dan mengejar
hal-hal yang dia sukai dan tidak pantang
menyerah yang awalnya di D.O menjadi TKI yang bekerja sebagai engineer di
perusahaan IT terbesar didunia dan sudah menjadi speaker conference berskala internasional.
Buku
ini juga mengkritik kampus dengan jurusan yang bekerja tidak sesuai dengan apa
yang mereka pelajari dibangku perkuliahan atau “pindah haluan” . Banyaknya
alumni tersebut malah jauh panggang dari api, malah kerja di “bank”. Setidaknya
mereka seharusnya mengkombinasikan dua ilmu dan mengubah kebiasan yang terjadi
tersebut. Bahkan hal ini juga sudah menjadi sindiran dari Presiden Jokowi
dimana beliau meminta agar lulusan dengan jurusan tersebut membuka pikiran dan
wawasan bahwa dunia yang mereka pelajari sangat luas dan dapat mensejahterakan
perekonomian nasional.
Buku
ini juga menegaskan bahwa mahasiswa bukan maha-sisa harus mampu dan tidak takut
pada kenyataan nyata yang kejam bahkan mungkin lebih menjijikan dan mampu beretika
dalam kebebasan berpendapat. Negara ini memang menjamin kebebasan berpendapat,
tapi burung yang bisa bebas terbang tinggi pun, selalu ada batasan kan? Mereka
tidak bisa menembus atmosfer (hal 303).
Buku
ini mengangkat cerita yang masih sering kita temukan dikehidupan nyata dengan
banyaknya permasalahan yang mungkin akan kita rasakan , kekurangan hanya saja
ada kata kata kasar dan sulitnya menyimpulkan tokoh utama dalam buku ini karena
buku ini tidak hanya berfokus menceritakan satu orang saja disetiap babnya.
Buku
ini cocok untuk kita yang mungkin baru memasuki bangku perkuliahan atau
sekarang sedang suntuk di perkuliahan yang serba sok sibuk seperti sekarang
agar tidak menjadi sarjana dengan ilmu silabus, Sarjana Kertas.
Buku
ini wajib dibaca pelajar SMA, mahasiswa,para orang tua ,karyawan, petinggi
perusahaan, para pengambil kebijakan di institusi pendidikan, anak start-up,anak
muda berkarya,pengemudi ojek online, abang ondel-onel , hingga presiden korea
utara agar kita dapat memutuskan seberapa penting sebenarnya nilai sebuah ijazah.
Komentar
Posting Komentar