Resume Debate Training I : Melatih Pemikiran Kritis dan Logis
Training Debate Online “Melatih Pemikiran Kritis dan Logis” merupakan program pertama Divisi Diskusi Campus Concern FEB USU pada Semester A. Adapun sasaran kualitas dari program ini adalah peserta training (AKK) mengetahui metode debat yang baik dan benar, termotivasi untuk mampu melakukan metode debat yang baik dan benar, dan termotivasi mengemukakan pendapat.
Diskusi dilaksanakan pada hari Sabtu,
17 April 2021 pukul 15.05 melalui aplikasi conferencing
video, Zoom
Meeting. Moderator diskusi ialah Surya
Tanbenia (Manajemen 2019). Pemateri dalam training ini adalah Boy Kresendo
Situmorang yang merupakan mahasiswa fakultas Hukum USU 2017. Beliau juga mempunyai segudang prestasi
diantaranya Best Speaker and First Winner of National Constitusional
Debate 2019 dan First Winner of National Constitusional Debate 2020.
Training diawali dengan ibadah singkat dari moderator, dilanjutkan
dengan pembukaan
oleh moderator. Setelah itu dilanjut kata sambutan oleh Ketua CC FEB USU 2021.
Setelah itu moderator membacakan CV pemateri dan kemudian mempersilakannya
menyampaikan materi.
Pemateri
membuka materi dengan sepenggal yel-yel “Shalom” untuk mencairkan suasana. Kemudian, ia mulai menjelaskan
materi tentang defenisi debat. Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua
pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok dalam menyikapi suatu
permasalahan. Mosi adalah topik yang telah ditentukan dalam perdebatan. Tujuan
dari debat itu sendiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
meningkatkan kemampuan public speaking,
mengembangkan kemampuan dalam problem
solving, meningkatkan keberanian untuk mengemukakan pendapat, dan mengetahui
isu-isu terkini.
Ada tiga format debat. Format yang
pertama yaitu Asian Parliamentary Style.
Dalam format ini, terdapat dua tim yang masing-masing beranggotakan tiga orang
berhadapan dalam satu perdebatan. Satu tim mewakili tim pro dan tim yang lain mewakili
kontra. Dalam format ini terdapat interupsi yang boleh diajukan tim lawan.
Format kedua yaitu Australian Parliamentary
Style. Perbedaan dengan format pertama adalah dalam format ini tidak
diperkenankan interupsi. Format yang terakhir adalah British Parliamentary Style dimana terdapat empat tim yang
masing-masing beranggotakan dua orang bertarung dalam satu perdebatan.
Terdapat tiga mekanisme debat.
Mekanisme pertama adalah opening
statement (argumentasi pembuka) yaitu argumentasi yang disampaikan oleh
masing-masing pembicara pertama dari setiap tim yang berangkat dari latar
belakang masalah. Mekanisme kedua yaitu “Babak Bidasan” yang merupakan
sanggahan argumentasi yang dapat disampaikan oleh pembicara kedua dan ketiga
dari masing-masing regu terhadap argumentasi yang telah disampaikan oleh regu
lawan. Kemudian mekanisme terakhir, yakni Closing
Statement (Argumentasi penutup).
Dalam perdebatan tentu saja ada
sistem penilaiannya. Matter
(Substansi): 50% yang meliputi penguasaan teori terkait mosi, penguasaan
peraturan terkait mosi, kebaruan gagasan yang disampaikan, solusi dan
rekomendasi yang ditawarkan, dan penguasaan fakta empiris. Manner (Cara Penyampaian): 30 % yang meliputi penggunaan bahasa
indonesia yang baik dan benar, ketepatan dan kecermatan penggunaan istilah
asing dan etika berdebat. Method
(kerangka berfikir): 20% yang meliputi sistematika alur berfikir dalam
membangun argumentasi debat dan keruntutan alur berfikir serta ketepatan
menyanggah (membidas) pendapat lawan.
Setelah
pemateri selesai menyampaikan materi, kemudian diserahkan kembali kepada moderator
dan moderator mempersilakan peserta untuk bertanya. Moderator menjadi penanya
pertama karena belum ada audience
yang bertanya. “Berdasarkan pengalaman,
bagaimana abang bisa menahan emosi saat ada statement pihak lawan memancing
emosi abang?” Pertanyaan tersebut
langsung dijawab oleh pemateri, “Jawabannya
simple aja sebenarnya, ‘ketahui apa yang
menjadi tujuanmu’. Tujuan dalam berdebat apakah hanya mau kuat-kuatan suara
saja? tentunya tidak, kan? Tujuan utama pasti ingin memenangkan perdebatan dengan
cara memenangkan hati juri. Maka dari itu, tetap cari diksi-diksi yang
profesional. Jadi pahami tujuan dan kuasai ritme pedebatan itu supaya tidak
menjadi boomerang untuk kamu sendiri.”
Setelah
itu moderator kembali bertanya, “Akan ada
kalanya argumen kita itu kalah dan tidak bisa menandingi argumen pihak lawan
kita. Berdasarkan pengalaman atau pengamatan abang, bagaimana kita bisa
menerima kekalahan itu, bang?”
Kemudian pemateri menjawab, “Dalam sebuah perdebatan pasti ada pro dan
kontra. Bagian kita sendiri adalah ditentukan oleh sistem, istilahnya cabut
nomor. Kita dapat pro padahal aslinya kita kontra. Akan ada situasi memang kita
akan kalah. Lalu, apakah kita harus menyerah? Tentu tidak. Konsepnya adalah apa
yang dinilai dewan juri adalah apa yang akan kamu sampaikan. Masih ada manner,
method yang bisa di maksimalkan dan membangun argumen yang kuat. Dari situ kita
bisa mencuri poin.”
Kemudian,
Angel (Manajemen 2019) bertanya, “Ada
orang yang berkepribadian lembut (melankolis) atau orang yang tidak mau
berdebat tetapi memiliki pemikiran kritis. Bagaimana supaya mahasiswa tersebut
berani berdebat dan supaya bisa berprogres secara optimal?”
Lalu jawab pemateri, “Itu sama seperti ‘aku laper tapi ga mau
makan’. Sarannya, lakukan perenungan seperti saat mengkritisi sesuatu dan ingin
menyanggah, tapi kemudian tidak tercapai. Pasti tidak nyaman. Coba tanyakan
pada dirimu. Ketika sudah merasa ada yang salah, coba untuk diungkapkan. Maka
kembali lagi: belajar public speaking. Kamu tidak bisa merealisasikan apa yang
ada dipikiran kamu kalau kamu tidak ngomong. Karena yang menjadi guru terbaik
adalah pengalaman. Coba biasakan diri dan challenge diri sendiri.”
Elfri
(Manajemen 2018) lanjut bertanya, “Gimana
menurut abang cara ngebentuk tim yang baik? Boleh dong berbagi tips dan
pengalaman juga!”
Pemateri
menjawab, “Menurut pengalaman pribadi,
aku ada beberapa tips. Ketika saya akan memulai tim, saya akan memulai tim saya
dulu tanpa membahas substansi perdebatan. Kita harus membangun bondingnya dulu,
yakni bonding tim. Dimana kita bisa koneknya. Ketika kerja sama tim tidak
terbangun, gimana bisa menang? Sebelum ke perdebatan, pahami tim masing-masing
dulu, apa kelebihannya, dan lain sebagainya.”
Selanjutnya
ada pertanyaan dari Oktry (Ekonomi Pembangunan 2018) “Berbicara tentang tim bond, bagaimana cara ketika kita baru tau di
tempatkan di tim pro atau kontra? Gimana cara menyusun strategi dalam tim bond
supaya kita bisa menang?”
Moderator
kembali mempersilakan pemateri untuk menjawab, “Konsepnya sebenernya sederhana. Ketika kalian tidak maju kedalam
perdebatan dengan substansi akademik, perdebatan itu mau dibawa kemana? Kalau
hanya sekedar mau nyerocos-nyerocos aja, ya gausah debat juga bisa. Jadi kembali
kepada tim bondnya tadi. Kalau didalam perdebatan hukum, kita udah ada
pengklasifikasian untuk pembicara 1, 2, 3 itu ngapain. Biasakan sebelum
perdebatan dilakukan, walaupun belum dibagi mosiny, buat pengklasifikasian tadi.”
Untuk
pertanyaan terakhir dari Leonardo (Manajemen 2019), “Dari pengalaman abang mengenai interupsi, tips and trick agar kita
bisa berpikir kritis seperti itu bagaimana? Karena sebelumnya abang bilang
kalau cara berpikir kritis seseorang dan public speaking seseorang perlu
dilatih.”
“Critical thinking adalah hasil dari proses
yang sangat panjang, bukan hanya sehari, seminggu, bahkan sampai bertahun
tahun. Caranya adalah biasakan masuk kedalam perdebatan itu kamu menguasai
konsep bukan menguasai apa yang sudah kamu tulis. Jadi ketika ada yang
dikenakan diluar yang kamu tulis, kamu akan buyar. Biasakan kalau mau maju ke
perdebatan, baca mosinya sekali lagi dan tau arahnya kemana,” Ujar pemateri.
Diakhir diskusi, pemateri
menyampaikan closing statement, “Debat itu adalah seni dimana kamu
bisa improvisasi untuk meyakinkan audiensi. Artinya, ketika kamu berdebat, kamu
menempatkan dirimu kepada orang yang mengetahui sebuah substansi. Nah itu akan
bisa berdampak kepada reputasi. Maka dari itu, pelajari terus, gali diri terus
untuk kemudian bisa beradaptasi dengan semua jenis perdebatan dan jangan lupa
untuk selalu mempersiapkan diri sebelum berdebat. Ada substansi yang mau
digodok bukan hanya intonasi.” Dilanjutkan Closing
statement dari moderator, “Debat adalah seni mengutarakan
pendapat kita dan membuat orang yakin dengan apa yang kita katakana. Debat juga
bukan soal adu mulut , bukan soal adu kekuatan, tapi debat adalah soal adu
pemikiran dan pemahaman kita dan adu kritis yang kita punya.”
Diskusi pun ditutup dengan doa yang dipimpin oleh moderator dan
sesi foto yang dipimpin oleh Divisi Publikasi dan Informasi. Adapun sasaran kuantitas
yang diharapkan adalah 40 AKK, dan yang hadir sebanyak 45 peserta (44 AKK dan
1 non-AKK) sehingga hasil yang diharapkan secara kuantitas tercapai. Divisi
Diskusi Campus Concern FEB berharap semakin banyak peserta diskusi yang hadir dan
berpartisipasi pada diskusi CC selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar