Merdeka Belajar–Kampus Merdeka: Peluang Di Tengah Tantangan

             Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memberikan banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia yang secara tidak langsung menuntut kita untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan tersebut. Jenis pekerjaan baru semakin bermunculan, kreatifitas masyarakat pun semakin beragam agar tidak semakin ketinggalan zaman.

Melihat fakta bahwa semakin tingginya daya saing baik dari sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lain halnya, maka negara pun perlu membuat strategi untuk melahirkan sumber daya manusia yang bisa kompeten dan tidak tertinggal yang bisa dilakukan melalui peningkatan kualitas di sektor pendidikan.

Melihat hal itu, pada awal tahun 2020 silam, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim membuat suatu kebijakan di kalangan perguruan tinggi yang disebut “Merdeka Belajar-Kampus Merdeka”. Kebijakan ini sangat merujuk dari Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk meningkatkan mutu pembelajaran serta meningkatkan kualitas atau mutu  dari lulusan perguruan tinggi. Maka kebijakan ini sangat ditujukan untuk mengajak seluruh perguruan tinggi di Indonesia baik swasta maupun Perguruan Tinggi Negeri agar membangun rencana strategis untuk mempersiapkan mahasiswa yang kompeten secara matang dan siap dengan perubahan zaman yang semakin menantang.

Melihat kebijakan yang dibentuk oleh bapak Menteri Pendidikan, maka setiap perguruan tinggi yang ada di Indonesia menjadikannya sebagai rujukan karena pembelejaran yang dilakukan dari kebijakan ini sangat berfokus kepada mahasiswa yang akan memberikan kesempatan besar untuk membangun kreativitas, inovasi, kepribadian, dan kebutuhan keberlanjutan untuk menuju dunia pekerjaan setelah menjadi alumni.

Menurut Permendikbud No.3 tahun 2020 Pasal 15 Ayat 1, bentuk kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah magang/praktek kerja, asistensi mengajar di suatu pendidikan seperti sekolah dasar, proyek kemanusiaan atau pengabdian masyarakat, berwirausaha, melakukan riset, pertukaran pelajar, membangun desa atau sering disebut dengan KKN (Kuliah Kerja Nyata) tematik, studi independen dan sampai saat ini total dari kegiatan yang sudah dibuka sudah mencapai 12 program. Jika melihat garis besarnya, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan para mahasiswa yang kompeten agar siap dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Di sini mahasiswa akan difasilitasi, diberikan wadah seluas-luasnya untuk bisa mengembangkan minat dan potensi yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mahasiswa tersebut. Tak hanya itu, kebijakan ini pun sangat menyamaratakan terhadap semua mahasiswa, baik dari universitas negeri maupun swasta. Semua mahasiswa diberikan kebebasan tanpa dibatasi.

Adapun kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa untuk menggali ilmu di luar program studinya adalah sebanyak 3 (tiga) semester. Mahasiswa akan semakin memiliki wawasan luas, pemikiran lebih kritis, pengalaman akan semakin banyak, cara untuk belajar pun tidak melulu dengan “duduk diam sambil mendengarkan dosen”. Dengan begitu, kreativitas mahasiwa akan semakin tumbuh, cara kerja akan semakin efisien dan efektif, dan yang pasti mahasiswa lebih siap untuk menghadapi persaingan dalam skala nasional bahkan skala global.

Dibalik banyaknya peluang yang diberikan oleh lahirnya kebijakan ini, maka ini pun tak terlepas dari berbagai tantangan untuk menuju hasil yang maksimal. Dalam mencapai target pasti selalu ada hambatan maupun tantangannya, begitu juga dengan hal ini. Perguruan tinggi harus benar-benar mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik dari sumber daya manusia, fasilitas, serta perlunya rancangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pada zaman ini.

Mahasiswa yang akan mengikuti program pertukaran mahasiswa kemungkinan akan mengalami kesulitan untuk menangani administrasi pada saat melakukan perpindahan dari satu prodi ke prodi lain, bahkan dari satu kampus ke kampus lain. Selain itu, standar penilaian antar perguruan tinggi pasti berbeda-beda, maka mahasiswa akan kebingungan karena tidak terbiasa dengan situasi yang dialami pada saat itu. Selain itu, pada saat mahasiswa melakukan pertukaran mahasiswa, kemungkinan juga mereka tidak bisa bebas memilih mata kuliah, karena pemahaman yang berbeda akan suatu prodi tertentu.

Dari banyaknya mitra perguruan tinggi untuk menjalankan kegiatan ini, ternyata masih banyak dari antara mereka yang tak siap dengan adanya program ini. Dengan mengikuti program yang pemerintah ini, mahasiswa akan diberi konversi nilai sebanyak 20 SKS. Melihat itu, kampus merasa tak siap untuk memberikan konversi secara langsung kepada mahasiswa. Mengingat setiap mata kuliah yang ditawarkan di setiap program studi belum tentu sama dengan kriteria yang sudah didapatkan mahasiswa selama mengikuti program.

Terlepas dari tantangan yang akan dihadapi, nyatanya kebijakan ini bisa dilakukan dengan baik. Saat ini sudah semakin banyak mahasiswa yang tertarik untuk mengikuti setiap program yang dibuka. Menurut Mendikbud, sebanyak 150.000 mahasiswa ditargetkan dapat mengikuti program MBKM ini. Jumlah ini sudah mengalami peningkatan sebanyak 3 kali lipat dari jumlah tahun 2021. Melihat itu, artinya mahasiswa semakin antusias untuk mengikuti setiap program. Tantangan bukan lagi menghambat untuk membuat mahasiswa semakin kompeten dan bermutu. malah kedepannya, orang akan menjadikan ini sebagai peluang. Peluang untuk menjadikan diri semakin bermutu sehingga semakin banyak generasi-generasi yang tidak lagi gagap dan terkejut dengan kerasnya dunia kerja. Perkembangan zaman akan semakin mudah ditaklukkan, nama kampus pun semakin harum di tengah masyarakat.

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KRISTEN: AGEN ATAU KONSUMEN??? (Ditulis oleh ESRA SHINTIA D. PANGARIBUAN)

Resume Diskusi: Visi dan Misi USU

Kajian: Lulus Kuliah Sudah Tau Mau Kemana?