MATI GAYA (oleh Monika Kaban)
Tidak
dapat kita pungkiri bahwa penggunaan Internet yang sangat masif di seluruh
dunia membuat segala hal berubah dengan sangat cepat di era digital ini. Pada
April 2017, lebih dari 3,8 miliar orang di seluruh dunia menggunakan internet,
jumlahnya meningkat kurang lebih empat puluh juta sejak Januari 2017. Peningkatan ini menjadi tanda bahwa
penetrasi internet di seluruh dunia mencapai 51%, atau dapat dikatakan orang
yang menggunakan internet sudah lebih banyak daripada orang yang tidak
menggunakan internet. Itu masih data penggunaan internet secara umum. Mari
sekarang kita cermati data penggunaan media sosial di seluruh dunia. Pada April
2017, dari total jumlah pengguna internet yang berjumlah 3,8 miliar orang, 2,9
miliar diantaranya adalah pengguna aktif media sosial. Dari total 2,9 miliar
pengguna media sosial, sekitar 2,6 miliarnya mengakses media sosial mereka
via mobile phones. Bagaimana dengan di Indonesia sendiri? Saya yakin
tentunya menunjukkan kecenderungan yang sama.
Ada sangat
banyak hal yang biasa kita lakukan yang menggunakan koneksi internet.
Diantaranya yaitu berkirim pesan instan, menelepon suara dan menelepon video,
mengecek media sosial, mengirim surel, menonton video, mengunduh dan mengunggah
konten, membaca berita, menulis blog, berbelanja, mengirim uang, browsing, hingga
mendengarkan musik. ‘Mati
gaya’ mungkin istilah yang sangat tepat digunakan untuk menggambarkan kondisi
manusia kekinian bila tidak ada koneksi internet. Istilah ‘mati gaya’ mungkin tidak akan tercipta jika bukan karena sangat
dibutuhkannya internet dalam kehidupan sehari-hari masa kini. Tidak berlebihan
jika rasanya aku katakan bahwa kini kebutuhan primer manusia adalah makanan,
pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, internet, dan colokan.
Permasalahan
terjadi ketika kebutuhan akan internet yang sangat besar tersebut tidak selalu
dibarengi dengan ketersediaan koneksi internet yang cepat dan murah. Eits,
sebelum teman-teman menggerutu karena koneksi internet yang mendadak lemot saat
sedang kepo-keponya stalking media sosial si doi, ada baiknya teman-teman
mengetahui dua penyebab mengapa internet di negara kita mahal dan lambat. Yang
pertama dan utama, koneksi internet yang cepat membutuhkan sebuah jaringan
infrastruktur yang memadai mulai dari tower hingga kabel, yang mana biaya untuk pengadaan infrastruktur
telekomunikasi ini tidaklah murah. Kondisi geografis negara Indonesia yang
beraneka ragam juga turut menambah mahal biaya untuk membangun infrastruktur
ini. Yang kedua yaitu, situs-situs dan platform luar negeri juga membutuhkan
biaya lebih mahal untuk diakses. Coba teman-teman ingat, semua aplikasi media
sosial, pesan instan, dan peramban yang paling sering kita akses adalah berasal
dari luar negeri seperti Instagram, Facebook, Twitter, LINE, dan Whatsapp, dan
Google Chrome.
Namun,
berita baiknya, teman-teman nggak perlu khawatir. Kementerian Komunikasi dan
Informatika mengatakan pemerintah mendukung secara penuh perkembangan industri
internet di Indonesia karena mempercepat digitalisasi adalah selaras dengan
Nawa Cita yang salah satu diantaranya yaitu pengembangan ekonomi digital
Indonesia. Menkominfo Rudiantara telah menegaskan komitmen pemerintah untuk
membangun jaringan broadband (pita lebar) ke seluruh Indonesia dan pembangunan
infrastruktur teknologi, informasi, dan komunikasi. Nah, kita tunggu saja
realisasinya teman-teman! Yang pasti, dengan terwujudnya pembangunan jaringan broadband
dan infrastruktur TIK, say good bye to ‘Mati Gaya’ !
“We are drowning in information but starving
for knowledge.”- John Naisbitt
Komentar
Posting Komentar