MASIHKAH KITA SAMA? (Oleh Sisca Purba)
Hak Asasi Manusia atau yang lebih dikenal dengan
istilah HAM adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma yang mengambarkan
standar tertentu dari perilaku manusia yang dilindungi oleh undang-undang. HAM
juga bisa diartikan sebagai suatu kaidah dasar yang dimiliki oleh seluruh umat
manusia sejak ia masih didalam kandungan hingga terlahir ke dunia, dengan berlandaskan hukum yang tidak dapat
dicabut atau diganggu gugat oleh siapapun. Semua manusia memiliki hak yang
sama, baik dalam hak pribadi, hak untuk berpolitik, hak atas diakui secara
hukum, hak atas kesejahteraan ekonomi serta hak atas peradilan.
Sebagai negara hukum, Indonesia merupakan negara yang
sangat menghargai HAM. Hal ini dibuktikan dengan dicantumkannya dasar-dasar HAM
pada UUD 1945 Republik Indonesia yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28,
pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, dan pasal 30 ayat 1. Bukan hanya pada UUD
1945, peradilan HAM juga terdapat pada TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM,
Undang-undang No. 39 tahun 1999 dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang
cukup memadai. Dengan adanya asas-asas
penegakan HAM ini diharapkan adanya kesinambungan antara hukum yang tertulis
dengan tindakan nyata atas penegakan HAM yang berlaku di Indonesia.
Sejarah adanya HAM di Indonesia memang cukup panjang, yakni sejak masa penjajahan di Indonesia sampai saat
ini masih banyak perjuangan demi terwujudnya HAM yang adil dan beradab. Dimulai pada pergerakan mula-mula oleh Budi
Utomo melalui organisasi pergerakan Nasional pada masa penjajahan lewat
tulisan-tulisan dan surat kabar untuk memperjuangkan kebebasan serta
kemerdakaan hingga ketika Indonesia telah merdeka. Seringnya pergantian sistem pemerintahan di
Indonesia membuat UU tentang HAM juga sering mengalami pergantian yang
memperdebatkan tentang tidak tepatnya UU tersebut dengan pemerintahan saat ini.
Hal ini terus berlanjut sampai pada masa lengsernya kekuasaan Orde Baru sebagai
tanda berakhirnya rezim militer di Indonesia. Banyaknya kasus pelanggaran HAM
yang terjadi memperlihatkan komitmen pemerintah tentang penegakan HAM hingga
pada saat ini.
Kasus pelanggaran HAM dari dulu hingga kini sangat
marak terjadi, contohnya adalah Tragedi Semanggi, kasus Mahasiswa Trisakti
serta pembunuhan Munir seorang aktivis HAM yang hingga saat ini masih membekas
di hati. Penanganan kasus HAM bukan sekedar hal biasa yang dianggap remeh oleh
pemerintah, apalagi mengingat Indonesia merupakan negara multikultural yang
memiliki jutaan keanekaragaman suku, budaya, serta adat istiadat. Permasalahan
kasus pelanggaran HAM bukan sekedar pembuhuhan saja, banyaknya intoleransi
serta diskriminasi agama yang dilakukan oleh kaum mayoritas terhadap kelompok
minoritas juga harus menjadi pandangan pemerintah masa kini. Akhir-akhir ini
kita sering melihat banyaknya diskriminasi agama mayoritas, seperti pembakaran
rumah ibadah, pembubaran ibadah secara sepihak serta sulitnya izin untuk
mendirikan rumah ibadah. Bukankah kebebasan untuk beragama sudah diatur bahkan
dilindungi oleh Undang-Undang? Lalu mengapa hukum ibarat dibawah batu, atau
bahkan bagai katak dalam tempurung yang tak dapat bergerak sedikitpun? Apakah
ini mencerminkan diskriminasi penyelenggara negara terhadap kelompok minoritas?
Bagaimana penegakan-penegakan hukum yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah?
Pelanggaran kasus HAM tentang kebebasan beragama yang
semakin marak terjadi harusnya menjadi salah satu pokok permasalahan yang harus
segera ditangani oleh pemerintah saat ini, salah satunya seperti pembubaran
ibadah di Sabuga, Bandung yang sampai saat ini belum jelas akhirnya. Bobroknya
penataan hukum serta tingginya diskriminasi menjadi salah satu penyebab
minimnya empati masyarakat kepada sikap aparat hukum negara. Bukankah semua
sama di mata hukum? Lalu mengapa ada pembatas antara “kau si mayoritas dan aku
siminoritas?” Bukankah kau dan aku sama-sama memiliki HAM dan dilindungi oleh
Undang-Undang? Bukankah ini akan menjadi boomerang
mengingat keanekaragaman yang ada, bukan tidak memungkinkan menjadi pemicu
pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Hukum dan pemerintah yang mengatur tentang HAM
seharusnya menjadi dasar untuk mengatasi kasus-kasus HAM yang ada pada masa
kini. Peradilan HAM yang cukup memadai seharusnya mampu menjadi peminimalisir
terjadinya kasus pelanggaran HAM. Bukan sekedar hukum dan pemerintah saja, kita
juga sebagai mahasiswa si agen perubahan seharusnya menjadi pelopor penegakan
HAM di Indonesia, 10 Desember 2017
tepatnya 69 tahun sudah penegakan HAM di dunia. Seiring dengan banyaknya kasus
pelanggaran HAM, apakah yang sudah aku dan kau lakukan? Sudahkah HAM itu kita
perjuangkan? Atau kita hanya duduk sebagai penonton dan komentator bagi negeri
ini? Banyak hal yang dapat kita lakukan
yang dimulai pada diri diri sendiri, yaitu hargai dirimu sendiri, hargai
teman-temanmu, serta hargai lingkungan yang kau tempati sekarang. Karena dengan menghargai kita akan menjadi
satu kesatuan yang indah, mempesona bahkan dapat dikatakan sempurna.
-Sisca Sutriyani Purba (Ekonomi Pembangunan 2016)-
-Sisca Sutriyani Purba (Ekonomi Pembangunan 2016)-
Komentar
Posting Komentar