MENTAL HEALTH AWARENESS: SUDAHKAH PEDULI?

Semakin berkembangnya dunia pendidikan sejatinya harusnya semakin bertambah kesadaran akan pentingnya kesehatan, terutama dalam perihal kesehatan mental. Menurut Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa merupakan kondisi dimana seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia >15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta mengalami depresi. Ini belum mencakup semua masyarakat indonesia. Praktisnya, Kesehatan mental juga mempengaruhi aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pada kegiatan menuntut ilmu. Belakangan ini banyak Mahasiswa yang terkadang tak acuh dalam merawat kesehatan mentalnya. Landasan teori yang dipakai sebagai acuan dalam kajian ini dari teori Health Belief Model dengan menggunakan aspek pengetahuan, kesadaran, dan keinginan.

(sumber:http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm)

 

Divisi Kajian dan Tulisan telah melakukan survei cepat kepada anggota Kelompok Kecil (AKK) FEB USU melalui tautan (bit.ly/MentalHealthAwarenessCCFEBUSU) yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepedulian AKK FEB USU terkait isu kesehatan mental. Dalam Menyusun kajian ini, Divisi Kajian dan Tulisan membagi pertanyaan kedalam tiga indikator, yakni Pengetahuan, kesadaran, dan keinginan. Survei ini berhasil mengumpulkan 74 responden (mewakili 1/2n + 1 dari 139 AKK).

 

 

  1. ASPEK PENGETAHUAN

 

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu konteks ataupun permasalahan dalam hal ini terkait isu kesehatan mental. Berdasarkan hasil survei, pengetahuan AKK terhadap isu kesehatan mental cukup tinggi yaitu sebanyak 52,7% (39 AKK) yang benar-benar mengetahui isu kesehatan mental, 41,9% AKK sekedar mengetahui dan 5,4% yang kurang mengetahui isu kesehatan mental.


Beberapa Isu kesehatan mental yang menjadi perhatian AKK setelah dilakukannya survei yaitu gangguan kecemasan yang berlebihan, depresi atau gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan kehilangan minat terhadap hal-hal yang disukai sehingga seseorang tersebut tidak dapat berfikir secara jernih dan berujung melakukan tindakan bunuh diri atau mengakhiri hidup.


            Berdasarkan data survei pada 74 AKK, diketahui bahwa sebanyak 60,8% mengetahui dan mengenal orang yang sedang berjuang dengan masalah mental yang artinya masih cukup banyak AKK yang peka terhadap orang-orang disekitarnya. Namun, tak sedikit pula yang kurang peka terhadap orang sekitarnya.


Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU sebanyak 70,3% mengaku tidak mengetahui adanya fasilitas yang melayani isu kesehatan mental bagi mahasiswa di USU. Akan tetapi sebanyak 29,7 % AKK yang telah mengetahui ketersediaan fasilitas yang melayani isu kesehatan mental di USU yakni P3M USU (Pusat Pelayanan Psikologi pada Masyarakat).

 

B.     KESADARAN

Kesadaran merupakan suatu hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. pada aspek kesadaran tersebut menjelaskan bahwa AKK FEB USU merasakan pernah mengalami hal yang mengindikasi terganggunya kesehatan mental. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU bahwa sebanyak 99% setuju bahwa kesehatan mental sangatlah penting untuk diperhatikan termasuk membangun kesadaran akan pentingnya membangun mental yang kuat dan sehat.


Peka terhadap kondisi mental orang-orang terdekat sangatlah penting, terlebih lagi kesehatan mental diri sendiri, namun masih terdapat sebanyak 24,4% AKK yang belum secara cepat sadar mengetahui saat mereka mengalami masalah kesehatan mental. Namun, tidak sedikit pula AKK ( 56 orang) yang secara sadar sudah mengetahui bahwa mereka mengalami masalah kesehatan mental.


Ragam permasalahan yang dihadapkan pada diri seseorang, dampak terburuk yang mungkin terjadi adalah permasalahan tersebut berujung mengganggu kesehatan mental dan perilaku kita, baik secara tidak sadar maupun sadar kita berusaha mencari solusi dalam memperbaiki kondisi mental kita dengan berbagai cara. Berdasarkan survei yang dilakukan kepada 74 AKK terdapat 51,4%(38 orang) memilih untuk tidur sebagai upaya mereka dalam memulihkan energi. Sebanyak 51,% memilih untuk bercerita kepada teman dan keluarga untuk memulihkan kesehatan mental mereka. Namun, terdapat beberapa AKK yang memilih diam dan memendam sendiri permasalahan mereka dan selebihnya memilih untuk menyibukkan diri, dan berdoa .


      Mahasiswa berada pada batasan remaja akhir dan dewasa awal, dimana masa ini merupakan masa kondisi mental yang tidak stabil. Oleh karena itu, untuk memastikan lebih lagi terkait hal tersebut , diketahui sebanyak 41% sangat setuju kesehatan mental  sangat setuju bahwa kondisi kesehatan mental berpengaruh terhadap produktivitas mereka sebagai mahasiswa. dan 40,5% (30 AKK) mengaku betul adanya terkait pengaruh kesehatan mental dengan produktivitas seseorang.

 

Didalam tubuh yang sehat terdapat fisik dan mental yang sehat pula, walaupun badan dan pikiran dianggap sebagai dua komponen yang berbeda, sebenarnya keduanya saling berhubungan. Berdasarkan survei terhadap 74 AKK FEB USU, diketahui bahwa 52,7% (39 AKK) sangat setuju jika memiliki gaya hidup sehat maka pola pikir juga lebih positif dan berpengaruh terhadap kesehatan mental yang baik, begitu pula dengan 37,8% (28 AKK) lainnya. Meskipun begitu, terdapat 7 AKK yang menganggap bahwa dengan menjaga kesehatan fisik belum tentu berdampak positif secara signifikan terhadap kesehatan mental.

C.    KEINGINAN

Keinginan merupakan bagaiamana seseorang ingin sabuah solusi atau tindak lebih lanjut akan isu kesehatan mental yang dialaminya atau di lingkungannya. hal ini didasari atas keinginan dari dalam diri untuk berupaya mengatasi dan memulihkan kesehatan mental dengan cara menemui tenaga ahli di bidangnya.

Salah satu pilihan terbaik saat mengalami kesehatan mental adalah dengan berkonsultasi kepada psikolog maupun tenaga profesional. Namun, tak sedikit orang yang merasa malu dan menganggap bahwa konsultasi dengan psikolog hanya untuk orang dengan gangguan jiwa. Padahal, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Namun, berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU, mayoritas AKK atau sebanyak 71,8% memilih untuk tidak menemui Psikolog atau tenaga ahli saat mereka mengalami kesehatan mental dan 28,4% memilih untuk menemui Psikolog menjadi bala bantuan terkait kondisi mental mereka.

            Berdasarkan data survei yang sudah diperoleh dari 74 AKK FEB USU, sebanyak 59,8% mengaku sangat kesulitan meminta bantuan profesional terkait masalah mental yang mereka alami, dengan alasan terbanyak yaitu 55,4% (41 AKK) mengaku kekurangan dana, adanya keterbatasan informasi sebanyak 50% (37 AKK) dan perasaan malu untuk pergi ke bantuan profesional. beberapa AKK juga tidak memilih pergi ke bantuan profesional karena adanya trust issues. Namun, tak sedikit juga AKK yang merasa tidak kesulitan untuk menerima bantuan profesional yaitu sebanyak 40,5% dan selebihnya dengan keadaan yang memang merasa belum perlu.


            Saat mengetahui teman terdekat atau sekitar kita sedang berjuang dalam kesehatan mental mereka, selain memberi semangat, tentunya dengan memberi saran terkait bantuan dalam perjalanannya dalam pemulihan kesehatan mentalnya juga menunjukkan kepekaan kita terhadap mereka. Oleh karena itu, sebanyak 74,3% AKK didapati menyarankan teman mereka saat sedang mengalami kesehatan mental untuk pergi ke tenaga profesional. Namun, dengan begitu pun terdapat 25,7% AKK yang tidak menjadikan tenaga profesional sebagai rekomendasi dalam bantuan kesehatan mental teman mereka tentunya dengan alasan-alasan tertentu.


            Terdapat banyak informasi yang beredar di media sosial terkait seperti ‘ciri-ciri terkena penyakit X…’atau ‘tanda-tanda kamu terkena penyakit Y…’ yang belum sepenuhnya valid. Namun diri kita cenderung membenarkan hal tersebut secara serta merta dan berakhir mendiagnosa diri sendiri yang tentunya bukanlah hal yang baik karena hal ini dapat membuat si pendiagnosa mengalami kemungkinan overthingking dan kemungkinan buruk lainnya. Berdasarkan survei yang diperoleh dari 74 responden, diperoleh sebanyak 68,9% (51 AKK) ternyata mengaku sering melakukan self dyyiagnose dan 24,3% (18) AKK mengaku tidak setuju dengan tindakan tersebut dan terdapat 6,8%  atau 5 AKK benar-benar tidak setuju atau tidak melakukan hal tersebut.


Berdasarkan uraian di atas, secara keseluruhan tim redaksi menyimpulkan bahwa responden (AKK FEB USU) sudah cukup aware dalam Kesehatan mental. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil survei yakni berdasarkan aspek pengetahuan, AKK dominan telah mengetahui isu kesehatan mental baik yang dialami diri sendiri atau yang dialami orang di lingkungan sekitar mereka seperti gangguan kecemasan yang berlebihan, depresi atau gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan kehilangan minat terhadap hal-hal yang disukai sehingga seseorang tersebut tidak dapat berfikir secara jernih dan berujung melakukan tindakan bunuh diri atau mengakhiri hidup. Dari aspek kesadaran, dominan responden telah sadar akan pentingnya dalam menjaga kesehatan mental dan peduli terhadap permasalahan mental. Apabila responden sedang dalam keadaan kurang baik kesehatan mentalnya, responden mampu mencari upaya pengendaliannya, ini mengindikasikan AKK sudah berupaya dalam menjaga kestabilan kesehatan mentalnya meskipun ada beberapa yang memang masih kurang aware.

Selanjutnya aspek yang terakhir adalah aspek ingin, keinginan AKK atau tindakan lebih lanjut akan isu kesehatan mental baik yang terjadi di lingkungannya maupun pada diri sendiri. Berdasarkan hasil survei, saat kesehatan mental AKK dalam keadaan kurang kondusif, rata-rata responden ingin pergi ke pihak yang profesional dalam memulihkan kesehatan mental, namun ada beberapa kendala seperti kurangnya informasi mengenai tenaga ahli yang tersedia (Psikolog) maupun dari segi dana yang kurang memadai sehingga beberapa AKK lebih mengatasi dengan alternatif yang ringan. Harapannya, AKK dapat lebih menjaga kesehatan jasmani maupun mental, sehingga dapat memaksimalkan produktivitas sehari-hari.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KRISTEN: AGEN ATAU KONSUMEN??? (Ditulis oleh ESRA SHINTIA D. PANGARIBUAN)

Resume Diskusi: Visi dan Misi USU

Kajian: Lulus Kuliah Sudah Tau Mau Kemana?