Mahasiswa Kekinian

Kritis, analitis dan aspiratif..Tiga  hal yang “katanya”  identik dengan mahasiswa yang notabenenya adalah kaum intelektual penggerak perubahan.  Tiba-tiba saja aku teringat dengan guyonan salah satu dosen (sebut saja AH) yang mengatakan, “kalau  teman –teman di ruang dosen tanya saya mau kemana, saya jawab aja mau membodoh-bodohi mereka  (mahasiswa). Karena apapun yang saya sampaikan di depan ini , entah itu benar atau salah, pasti kalian terima bulat-bulat sebagai kebenaran  karena kalian tidak mempersiapkan diri.” Pernyataan seperti itu bukan hanya saya dengar dari satu dosen, tapi dosen lain pun pernah mengatakan hal yang sama. Terdengar ironis memang ketika seorang dosen mengatakan mengajar sama dengan membodoh-bodohi mahasiswa. Tapi bila direnungkan lebih jauh lagi, pernyataan tersebut ada benarnya juga. Dari pengalaman saya sebagai mahasiswaselama hampir 3 tahun sangat jarang saya jumpai mahasiswa yang aktif di kelas untuk bertanya apalagi untuk menyanggah pernyataan dosen. Kebanyakan mahasiswa hanya datang, duduk, mendengar, menulis, diam, pulang. Kalaupun ada yang bertanya, paling karena tuntutan dari dosennya sebagai penentu untuk nilai akhir.
Berbicara soal nilai akhir, banyak sekali mahasiswa sekarang yang sangat berorientasi kepada hasil, bukan lagi prosesnya. Apa-apa diukur dengan nilai. Sehingga tidak sedikit yang melakukan berbagai cara yang tidak benar untuk mendapatkan nilai yang baik di portal akademik. Bahkan mahasiswa Kristen di kampus pun banyak yang tidak menunjukkan integritasnya hanya karena takut mendapat nilai yang tidak baik. Tidak salah memang apabila kita sebagai mahasiswa berusaha untuk memperoleh nilai yang baik karena memang begitulah seharusnya. Tapi jangan sampai kita sebagai mahasiswa hanya menginginkan nilai yang baik tanpa mau berproses di dalamnya. Harapannya kita yang menyandang status sebagai mehasiswa berperanlah sebagaimana mestinya. Kritis, analitis, dan aspiratif.
Sifat kritis dan analitis mahasiswa sekarang sudah semakin terkikis oleh kenikmatan teknologi yang semakin caggih. Anak muda yang terlalu menikmati dunia gadget sampai-sampai mengabaikan tugas-tugas kuliah bahkan mengabaikan lingkungan sekitarnya. Kecanggihan teknologi bukannya digunakan untuk mencari informasi-informasi yang menunjang perkuliahan atau hal-hal penting, tapi justru lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat menghibur seperti sosmed dan games. Hal ini yang menyebabkan mahasiswa menjadi apatis terhadap sekitar dan tidak kritis terhadap permasalahan yang terjadi. Ketika proses perkuliahan, mahasiswa cenderung pasif dan menerima saja apa yang disampaikan dosen tanpa mau mencari tau kebenarannya karena memang sudah terbentuk mental yang apatis dan mau terima bersihnya saja.
Mahasiswa yang dielu-elukan sebagai agen perubahan perlahan tapi pasti mulai kehilangan jati dirinya. Bagaimana bisa mahasiswa apatis dan yang hanya mau terima bersih bisa menjadi agen perubahan sementara dia sendiri tidak mau tahu persoalan yang terjadi di sekitarnya selagi itu tidak menyangkut kepentingan pribadinya. Saya kembali teringat dengan pelajaran sejarah ketika SMA, dimana pada zaman Orde Baru yang dipresideni oleh Soeharto, mahasiswa menjadi sosok yang sangat ditakuti pemerintah kala itu. Untuk memperjuangkan rakyat kecil, dengan kekuatan mahasiswa yang bersatu, mereka dapat  melengserkan  Soeharto dari jabatannya. Padahal masa itu belum ada gadget, belum ada sosial media, bahkan belum diakui demokrasi, tapi mengapa mereka boleh peduli terhadap kepentingan rakyat dari sabang sampai merauke? Mengapa mereka bisa bersatu? Mengapa mereka bisa menjadi agen-agen perubahan? Mengapa kita sekarang dengan canggihnya media informasi dan komunikasi, dan adanya demokrasi justru semakin apatis dan sulit untuk bersatu? Saya tidak perlu menjawabnya, biarlah kita yang merenungkannya.

Sebagai mahasiswa Kristen yang paham akan nilai-nilai kristiani dan teladan Kristus,melihat kondisi yang demikian kita tidak boleh menutup mata. Seharusnya kita lah yang menjadi penggerak perubahan itu. Perubahan yang diawali dari diri kita sendiri. Bagaimana kita menunjukkan intergritas kita sebagai mahasiswa yang tidak hanya berorientasi pada nilai tapi lebih ke bagaimana kita menikmati setiap prosesnya hingga memperoleh hasil yang sebenarnya karena bagaimanapun proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Setelah kita mampu melawan diri kita sendiri dengan menjaga integritas, hendaklah juga kita menjadi saluran berkat bagi orang lain. Tunjukkan kasih Kristus itu nyata kepada semua orang. Tunjukkan kasih itu lewat keedulian kita terhadap persoalan yang terjadi di masyarakat, terkhusus di kampus kita, FEB. Janganlah menjadi mahasiswa yang apatis dan hanya mau terima beres saja tapi jadilah mahasiswa yang kritis, analitis, dan juga aspiratif. Carilah informasi sebanyak-banyaknya dan jangan takut menyampaikan pendapat agar tidak menjadi korban “dibodoh-bodohi”, seperti kata Pak AH. Heheh.

Ristauli Sianturi
Akuntansi 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KRISTEN: AGEN ATAU KONSUMEN??? (Ditulis oleh ESRA SHINTIA D. PANGARIBUAN)

Resume Diskusi: Visi dan Misi USU

Kajian: Lulus Kuliah Sudah Tau Mau Kemana?