Resume Kongkow #SayYesToTolerance




   

Kongkow #SayYesToTolerance merupakan program ketiga sekaligus program terakhir Divisi Diskusi Campus Concern di Semester B periode 2019/2020. Sasaran kualitas dari program ini adalah peserta (AKK) mengetahui topik yang dibahas, termotivasi untuk bersikap toleransi, dan termotivasi untuk mengemukakan pendapat. Kongkow dilaksanakan pada Jumat, 22 November 2019 di Jambur Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pukul 13.50 WIB, dan dihadiri oleh 42 AKK dan 1 non-AKK. MC pada Kongkow ini ialah Selistio Sitorus (Ekonomi Pembangunan angkatan 2018) dan Melina Silaban (Manajemen angkatan 2017), gitaris ialah Agustinus Siahaan (Akuntansi angkatan 2017). Moderator dalam kongkow ini yaitu Rido Sanjaya Purba (Ekonomi Pembanguan Angkatan 2016). Pemateri pada kongkow ini ialah Bonatua Patrisius Samosir (KMK-IL), Devi Simbolon (KMK UP FEB), dan Kevin (KMB). Pada kongkow ini, pemateri dari BP2M berhalangan hadir.


Kongkow diawali dengan ibadah singkat pada pukul 13.50 WIB oleh MC dan gitaris, kemudian dilanjutkan ke sesi Kongkow oleh moderator. Moderator membukakan latar belakang kongkow ini, yaitu pada tanggal 16 November 2019 telah diperingati hari toleransi dunia, sehingga moderator ingin mengupas bagaimana toleransi dipandang oleh agama, baik Kristen, Budha-Hindu, Islam, dan Katolik. 


Sesi diawali dengan pemaparan oleh Devi Simbolon. Ia menjelaskan, toleransi dalam bahasa latin adalah toler yang artinya menghargai, sabar, menahan diri antar individu, kelompok, dan masyarakat. Toleransi dapat diwujudkan di kampus sebagai wadah yang mempengaruhi untuk berbagi toleransi. Toleransi bisa terwujud bila memiliki kasih. Alkitab turut menggambarkan toleransi dan intoleransi. Devi membacakan kutipan ayat Alkitab dari 1 Petrus 4:8 yaitu “Tetapi yang terutama: Kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.” Matius 22:39 yaitu “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kasih itu menguntungkan kedua belah pihak. Contoh sederhananya dengan saling menegur teman yang berpakaian kurang rapi agar esoknya ia dapat terlihat lebih rapi. Alkitab menuliskan dalam 1 Korintus 13:4-8 bahwa kasih itu sabar, tidak egois, menginginkan sukacita, dan kebenaran, serta Galatia 6:1-10 juga mengingatkan manusia untuk saling membantu dan baik kepada semua orang. Sebagai yang ‘katanya’ kaum intelektual, seharusnya mahasiswa saling mengasihi serta tidak sungkan meminta izin berbagi ajaran agama masing-masing agar saling mengerti dan menghormati.




          Setelah itu, Kevin memaparkan toleransi menurut ajaran Buddha. Dalam Buddha, terdapat istilah “meta” yang berarti cinta kasih. Dengan sesuatu yang disebut welas asih, kita memiliki rasa iba apabila saudara maupun hewan menderita sebuah penyakit. Terdapat juga istilah “mudita” yang berarti simpati. Praktik toleransi sendiri terdapat di ajaran Buddha, Kamasuta, yaitu praktik latihan, praktik tak toleransi dan praktik toleransi. Apabila mendapat hinaan, manusia seharusnya berusaha untuk mengabaikannya serta berupaya mengendalikan diri, seperti api yang dipadamkan dengan air. Ajaran Buddha berfokus pada prasasti rata asoka yang isinya menyatakan “jangan menghormati agama sendiri dengan mencela agama lain”.


            Lalu, Bonatua memaparkan toleransi menurut ajaran Katolik. Ia menjelaskan bahwa secara etimologis toleransi berarti menangung beban bersama-sama, dan membiarkan orang lain dalam pemahamannya. Dalam Konsili Vatikan II dokumen nosteraisasi, Gereja Katolik menerima ajaran suci agama lain. Konsili itu merupakan sebuah pertemuan/perkumpulan Paus dengan tujuan menyatukan padangan gereja terhadap dunia. Menurut Bonatua, toleransi tidak berarti membiarkan, tetapi ikut merangkul dan membiarkan orang hidup dalam pandangannya sendiri.
Setelah pemaparan dari ketiga pemateri, Kongkow dilanjutkan ke sesi diskusi interaktif dari peserta Kongkow. Sesi tanya-jawab diawali oleh pertanyaan Eliasna yang menayakan pandangan Kevin sebagai agama Budha mengenai Kekristenan. Kevin pun memaparkan bahwa menurutnya agama Kristen baik. Ia pernah diajak ke gereja oleh temannya dengan tetap mengizinkan dirinya untuk menganut Buddha. Kevin juga berkata bahwa ia terpukau dengan semangat beribadah orang Kristen.

 


 
Lalu, pertanyaan kedua disampaikan oleh Christoper yang menanyakan apakah di dalam toleransi cukup hanya dengan bermodalkan kasih, dan bagaimana langkah konkret dalam menghadapi intoleransi ibarat api diatasi dengan air dalam keadaan yang semakin menghimpit dan membuat suatu pihak disudutkan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Devi menjelaskan bahwa sudah tertera jelas dalam 1 Korintus 13:4-6 mengenai kasih yang akan memunculkan tindakan. Kevin turut menambahkan bahwa kita harus melakukan atihan dalam mengontrol diri. Kita harus tetap bersabar, karena di dunia ini tidak ada yang kekal. 


          Pertanyaan ketiga disampaikan oleh Swandy yang menanyakan hal apa yang melatarbelakangi topik toleransi ini, dan apakah terdapat fenomena khusus di FEB sendiri, serta apa tindakan khusus bagi kita sebagai mahasiswa dalam hal ini. Moderator menjawab bahwa tidak ada fenomena di FEB yang menjadi perhatian khusus. Namun, fenomena ini sebenarnya ada di masyarakat Indonesia, sehingga kita sebagai kaum intelektual harus mampu hadir sebagai anggota masyarakat yang toleran.
Pertanyaan keempat diajukan oleh Simon yang menanyakan bagaimana pandangan para pemateri tentang fanatisme yang diakibatkan oleh pemahaman akan sebuah dogma sehingga menghambat adanya toleransi. Devi mengatakan, “Semua kembali ke dirimu. Itu ajaran mereka, dan kita tidak berhak melarangnya menjadi fanatik. Yang terpenting adalah bagaimana imanmu tetap terjaga.” Kevin menjelaskan perspektif ajaran Budha yaitu “hipasiko”, artinya “lihat dan rasakan”. Kita tidak diajarkan untuk harus percaya begitu saja. Kita diharapkan merasakan manfaat. Bonatua turut menjelaskan doktrin bukan halangan toleransi. Definisi dogma/doktrin sendiri adalah bentuk tindakan kasus yang harus diyakini dan tidak boleh diubah. Dalam Katolik, dogma disusun berdasarkan tiga sumber, yaitu Alkitab, Katekismus,  dan Magisterium berupa ajaran dari bapa-bapa gereja yang hidup pada abad awal. Kebenaran dogma atau doktrin sifatnya absolut, tidak disesuaikan atau dimakan oleh zaman. Dogma berkaitan dengan tradisi, bukan kebiasaan. Tapi terdapat makna teologis pada zaman dulu yang dirumuskan dengan filsafat oleh bapa gereja. Fanatik itu terjadi karena memaksakan. 


          
Pertanyaan berikutnya diajukan oleh Nadya yang menanyakan bagaimana mengimplementasikan/menghadapi isu hoaks yang berusaha memecahbelahkan kita. Bonatua menjelaskan bahwa hoaks berarti kebohongan, maka sebaiknya cek dahulu benar atau tidak keberadaanya. Kevin menambahkan, sebelum terjadinya hoaks, maka perlu langkah-langkah pengendalian dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan. Devi menjelaskan mari gunakan kata “intelektual” sebagaimana semestinya mahasiswa yang analitis dan kritis. Biasakan mencari referensi melalui situs terpercaya, daan jangan lupa menulis membagikan berita-berita yang terbukti benar agar semakin banyak yang mengetahuinya dan terberkati. 



          Selanjutnya, pertanyaan diajukan oleh Christian yang menanyakan sikap kita yang beragama terhadap ateis maupun agnostik. Devi menjelaskan bahwa implementasinya dapat dilakukan dengan tidak men-judge, terima dengan lapang dada, dan tetap keep ajaran kita. Kevin turut mengatakan bahwa umat beragama harus tetap toleran, yang terpenting adalah berbuat baik. Bonatua berpandangan bahwa kita sebaiknya membiarkan orang untuk berpendapat menurut akal budinya sendiri. 



          Kemudian, pada pukul 15.07 tiap peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok dibagikan soal studi kasus pertama. Hasil diskusi Kelompok 1 dan 2 bersepakat bahwa yang bertoleransi ialah pemilik perusahaan, namun Kelompok 3 berpendapat bahwa sebenarnya kasus ini lebih mengarah kepada kompromi, bukan toleransi. Selanjutnya, tiap kelompok melanjutkan pembahasan studi kasus kedua. Setiap kelompok sepakat bahwa perlu tenggang rasa, komunikasi, sama-sama menahan ego, dan kompromi. 




          Sesi diskusi santai diakhiri oleh closing statement dari pemateri. Devi mengatakan bertoleransi tidak akan merugikan. Kevin mengatakan kegiatan diskusi seperti ini tidak cukup bila dilaksanakan hanya di sini saja, tetapi juga dapat dilakukan di wadah yang lebih besar. Bonatua mengatakan bahwa persaudaraan di atas kepentingan pribadi dan segala-galanya. Buatlah toleransi yang nyaman dan aman dan biarkan orang hidup menurut pandangannya masing-masing.
 






Setelah sesi Kongkow selesai, peserta diminta mengisi kuesioner sebagai indikator dalam mengukur sasaran kualitas yang telah dilaksanakan. MC mengambil alih forum dan menutup diskusi dengan menyanyikan lagu pujian dan berdoa. Setelah itu pengurus melakukan evaluasi bersama setelah peserta meninggalkan tempat. Hasilnya bahwa sasaran kualitas maupun kuantitas tercapai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KRISTEN: AGEN ATAU KONSUMEN??? (Ditulis oleh ESRA SHINTIA D. PANGARIBUAN)

Resume Diskusi: Visi dan Misi USU

Kajian: Lulus Kuliah Sudah Tau Mau Kemana?