FGD: APAKAH INDONESIA DAPAT DIPASTIKAN ‘SURVIVE’ DARI RESESI EKONOMI 2023?
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
“APAKAH
INDONESIA DAPAT DIPASTIKAN ‘SURVIVE’ DARI RESESI EKONOMI 2023?”
FGD berjudul “APAKAH INDONESIA DAPAT
DIPASTIKAN ‘SURVIVE’ DARI RESESI EKONOMI 2023?” merupakan program ketiga dari
Divisi Diskusi Campus Concern FEB USU semester A tahun 2023. Adapun sasaran kualitas dari program ini yaitu peserta diskusi (AKK)
mengetahui topik terkait resesi ekonomi
2023, peserta diskusi (AKK) termotivasi untuk mempersiapkan diri untuk
menghadapi tantangan resesi ekonomi 2023 serta memotivasi peserta diskusi
(AKK) untuk mengemukakan pendapat.
FGD dilakukan pada hari Kamis, 04 Mei 2023 pukul 19.00
WIB melalui aplikasi conference video,
Zoom Cloud Meeting. Moderator diskusi adalah Ester Mulyani (Manajemen
2021). Pembicara FGD ini adalah Marolop Alfred Nainggolan S.E., M.S.M (Managing
Partner PT Koneksi Kapital Indonesia). FGD ini diawali dengan ibadah singkat
dengan lagu dan doa pembuka serta pengenalan Campus Concern secara singkat yang
dibawakan oleh moderator. Selanjutnya moderator mempersilakan pembicara untuk
memaparkan materi.
Dalam kegiatan diskusi
ini, pemateri mengangkat tema “Indonesia's Economic Resilience in the Face of
Global Economic Turbulence”. Dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan
adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika
pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam
satu tahun. Berdasarkan dinamika ekonomi global 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi
global tahun 2018 turun tipis dari 3,4% menjadi 3,3% karena kondisi brexit yaitu rencana atau pelaksanaan
Inggris keluar dari Uni Eropa. Sehingga di pasar atau Global takut akan terjadi
semacam instabilitas dan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi di 2018 dan di
saat itu juga kondisi ekonomi Amerika sedang kuat sehingga terjadi sedikit
kenaikan inflasi. Karena ekonomi naik, permintaan naik dan konsumsi naik
mengakibatkan inflasi juga ikut naik, sehingga saat itu bank sentral untuk mencegah
overheating, meredam dengan cara menaikkan suku bunga membuat pertumbuhan
ekonomi global di tahun 2018 turun dan 3,4% menjadi 3,3%. Dari 2018 ke 2019 pertumbuhan
ekonomi turun lagi lebih dalam dari 3,3% turun ke 2,6% karena terjadinya perang
dagang antara Amerika dengan Tiongkok.
Pada tahun 2019, pasar
sempat berekspektasi bahwa perang dagang akan mengalami penurunan eskalasinya sehingga akan berkontribusi
terhadap naiknya kembali pertumbuhan ekonomi. Namun, ekspektasi itu hilang
karena di awal 2020 sudah terdengar berita tentang masuknya covid ke Indonesia.
Akibat adanya pandemi, aktivitas masyarakat terhenti karena adanya kebijakan
pembatasan kegiatan (PPKM) yang membuat aktivitas ekonomi juga ikut berhenti.
Bahkan, supply distribusi logistik
dan supply chain mengalami gangguan
akibat pandemi yang berasal dari Cina karena Cina memiliki porsi yang besar
terhadap supply chain perdagangan
global.
Pada tahun 2020,
ekonomi global terpuruk cukup signifikan sebesar -3.1% yang mengakibatkan
terjadinya resesi global karena hampir semua negara itu mengalami penurunan
atau kontraksi ekonomi. Saat pandemi, tidak hanya Indonesia melainkan hampir semua
negara membelanjakan dana anggarannya untuk mengatasi ekonomi. Contohnya
Indonesia mempunyai program PEN, pemerintah tidak hanya menganggarkan untuk
kesehatan saja tetapi juga untuk bantuan sosial, subsidi, memberikan
peningkatan anggaran sosial untuk mendongkrak belanja atau konsumsi masyarakat karena
pada saat 2020 banyak aktivitas perusahaan berhenti sehingga munculnya banyak pengangguran
bahkan banyak pekerja tidak memperoleh pendapatan sehingga hal itu dilihat
pemerintah menjadi kondisi yang cukup urgen dan
mengeluarkan cukup banyak dana untuk anggaran program tersebut.
Pada tahun 2021, seiring
dengan proses aktivitas masyarakat
berjalan kembali dan memperoleh pendapatan sehingga meningkatkan konsumsi dan
proses recovery menyebabkan inflasi
naik karena konsumsi meningkat yang otomatis meningkatkan harga barang. Pemulihan
ekonomi (Demand) pasca Covid di tahun
2021 dan kondisi rantai pasokan (supply) yang belum stabil membuat inflasi meningkat
(2020:1,9% menjadi 3,5% : 2021). Namun, kenaikan inflasi tersebut belum
direspon oleh Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga karena waktu itu Bank
Sentral masih menganggap bahwa kenaikan inflasi yang terjadi saat itu cukup
wajar. Dengan adanya recovery di
2021, pasar berekspektasi di tahun 2022 ekonomi akan kembali melaju.
Namun, di awal
Februari 2022 terjadi invasi Rusia ke Ukraina dimana Amerika dan Uni Eropa
menjadi sekutu Ukraina sehingga eskalasinya tidak hanya sekedar Rusia dan
Ukraina, tetapi semakin besar bahkan membuat supply chain global kembali terganggu karena Rusia mempunyai
kontribusi yang besar terhadap komoditi energi dan pangan. Hal ini memperparah
angka inflasi, sehingga Bank Sentral menaikkan suku bunga secara agresif untuk
meredam agar inflasi menurun. Dari Maret 2022 – Mare 2023 The FED naik 475 Bps
; ECB naik 350 Bps dan BI naik 225 Bps. Kondisi ini membuat recovery yang seharusnya berlanjut di
2022 kembali terhenti dan mengakibatkan pertumbuhan global sebesar 2,9%. Dampak
kenaikan suku bunga yang agresif tersebut, baru akan terefleksi secara penuh
pada ekonomi 2023. Hal inilah yang membuat ekonomi tahun 2023 menjadi tahun
yang berat karena pertama, memasuki tahun 2023 perang Rusia dan Ukraina masih
berlanjut. Kedua, di awal 2023 Bank Sentaral masih menaikkan suku bunga.
Ketiga, kondisi inflasi di beberapa negara masih belum turun. Keempat, ketika
Bank Sentarl menaikkan suku bunga maka, dampak ekonomi yang terasa setelah 6
bulan.
Pasca Covid terjadi
kenaikan utang signifikan akibat peningkatan belanja Pemerintah maupun Swasta
untuk penanganan/dampak Covid. Tahun 2023 dengan kondisi puncak tingkat suku bunga,
Cost of Fund pasti meningkat. Berdasarkan
Laporan IMF Desember 2022. Rasio Utang Swasta Global terhadap GDP mencapai
159,5% di tahun 2020 meningkat dibandingkan tahun 2019 sebesar 146,2% dan pada
tahun 2021 turun menjadi 153,5%. Penurunan rasio Debt to GDP di tahun 2021 dan 2022 bukan disebabkan oleh penurunan
nilai utang tapi peningkatan pada nominal GDP oleh recovery ekonomi pasca Covid.
Tahun 2023 di
proyeksikan kembali terjadi penyusutan laju pertumbuhan ekonomi yang signifikan
seperti yang terjadi ditahun 2022. Lanjutan kenaikan suku bunga, eskalasi
perang Rusia – Ukraina ditambah dengan refleksi penuh dari kenaikan suku bunga
terhadap ekonomi (Permintaan) menjadi latar belakang munculnya ancaman RESESI
di tahun 2023. Adapun skenario yang di harapkan adalah inflasi akan turun
signifikan di tahun ini, sehingga suku bunga tinggi tidak berlangsung lama dan
akan bisa mulai diturunkan pada semester II – 2023 sehingga akan memberikan
ruang terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun jika inflasi sulit turun, maka suk
bunga tinggi akan berlangsung lebih lama, dampaknya akan semakin berat bagi
ekonomi. Apalagi jika Eskalasi Rusia – Ukraina “diluar kendali”.
Struktur PDB Indonesia, terbesar disumbang oleh Konsumsi
Rumah Tangga (>55%). Dalam Konsumsi Rumah Tangga porsi Makanan & Minuman
(41%), Transportasi & Komunikasi (21%), Perumahan & Perlengkapan Rumah
Tangga (13%) dan Restoran Hotel (10%). Penyumbang terbesar kedua adalah
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMBT). Berdasarkan data BPS, inflasi di
kuartal I-2023 terlihat mengalami
penurunan dibandingkan kuartal IV-2022. Berdasarkan data Bank Indonesia kinerja
lapangan usaha, Indeks PMI (Purchasing
Managers Index) di kuarta I-2023 masih berada dalam fase ekspansi 50,7
(Indeks lebih tinggi dari kuartal IV-2022). Hasil Survei BI untuk kuartal
II-2023 indeks PMI mencapai 54,8. Indeks PMI Indonesia versi S&P per April
sebesar 52,7 ( Diatas 50 fase ekspansi). Indeks Keyakinan konsumen di kuartal
I-2023 meningkat dari 119,7 (Kuartal IV-2022) menjadi 122,9. Rata-rata proporsi
pendapatan konsumen untuk konsumsi (average
propensity to consume ratio) Maret 2023 tercatat sebesar 75,7%, meningkat
dari 75,0% pada bulan sebelumnya. Kredit perbankan di kuartal I-2023 rata-rata
tumbuh 10,3% diatas rata-rata pertumbuhan kuartal I-2022 sebesar 6,02%.
Jika melihat grafik ekonomi Indonesia di 2020, Indonesia
mengalami resesi yang cukup panjang hampir 4 kuartal dan menyebabkan
pertumbuhan kredit di fase itu mengalami pertumbuhan negatif. Di tahun 2021
ketika ekonomi sudah mulai membaik, angka penyalur kredit mengalami kenaikan
sehingga ada linear antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan ekonomi atau
konsumsi masyarakat. Sehingga pada kuartal pertama ini, ekonomi Indonesia
dinilai masih cukup baik.
Konsumsi atau belanja pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia kurang lebih 8% sampai 9%. Tahun 2023, anggaran APBN pemerintah akan belanja kurang lebih 3.061,1
triliun. Adapun pendapatan negara ditargetkan 2.463 triliun bersumber dari
pendapatan pajak 2.021,2 triliun, pendapatan non pajak 441,4 triliun dan
defisit 598,2 triliun. Jika melihat dari rencana pemerintah di tahun 2023,
Pemerintah akan menerbitkan atau menambah utang lagi sekitar 598 triliun atau
2,84% dari PDB. Di tahun 2022, realisasi pendapatan negara sebesar 2.600
triliun, dimana 1.700 triliun dari pajak,
bea cukai 317 triliun dan penerimaan negara bukan pajak 588 triliun. Di
tahun 2022 terjadi booming komoditi
seperti batu bara dan sawit sehingga menyebabkan kenaikan pendapatan negara.
Namun, penurunan harga komoditi menjadi faktor pemberat di tahun 2023. Adapun
yang menjadi faktor optisme di tahun 2023 adalah pemulihan industri atau sektor
dari pandemi Covid, peningkatan konsumsi masyarakat yang merupakan dampak dari
penghapusan PPKM dan penambahan wajib pajak. Dimana, penerimaaan pajak pada
kuartal I-2023 sebesar 432 triliun.
Tahun ini ditargetkan investasi sebesar Rp1.400 triliun
atau tumbuh 10% dibandingkan tahun 2022. Per kuartal I-2023 realisasi investasi
telah mencapai 328,9 triliun atau tumbuh 16,5% dibandingkan priode yang sama
tahun lalu (Q1-2022). Perolehan tersebut telah mencapai 23,5% dari target
sepanjang tahun ini. Dan porsi penanaman modal dalam negeri sebesar 46%
sementara investasi dari investor asing sebesar 54%.
Berdasarkan neraca perdagangan, secara wilayah Asia dan
Asean menjadi tujuan ekspor terbesar dengan kontribusi 71%, Amerika 14%, Uni
Eropa 10%. Berdasarkan negara terbesar seperti Tiongkok 23%, Amerika Serikat
10%, Jepang dan India masing-masing 8% dan Malaysia 4,9% Ekspor Kuartal I-2023
mencapai US$67,2 miliar atau tumbuh 1,6% dibandingkan Q1-2022. Resiko Terbesar
akan datang dari performa ekspor – impor. Selain faktor perlambatan ekonomi
global performa ekspor kita akan dipengaruhi normalisasi harga komoditi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 dari World Bank dan IMF masing-masing sebesar
4,8% & 5,0% menunjukan bahwa Indonesia bisa bertahan dari dampak
perlambatan ekonomi global. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia
sebesar 4,8% saja di tahun ini, Indonesia masih menjadi negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini akan menjadi penting, karena hal
tersebut akan menjadi magnet bagi investasi baik dari dalam negeri maupun luar
negeri. Ibarat air yang selalu mencari/mengalir ke tempat yang lebih rendah,
uang (investasi) akan mencari tempat yang bisa memberikan pertumbuhan yang tinggi,
dan Indonesia akan menjadi salah satu negara favorit untuk berinvestasi. Pada
kuartal I – 2023 , indikator pencapaian ekonomi menunjukan pertumbuhan yang
masih kuat (inflasi, neraca dagang, ekspansi di sektor manufaktur, penerimaan
pajak, realisasi investasi, stabilitas rupiah). Ekonomi domestik kita terbantu
oleh momen hari raya lebaran yang tahun ini di prediksi jauh lebih ramai
dibandingkan tahun lalu sehingga dampak ekonominya lebih besar. Tahun ini
proses Pemilihan Umum (Pemilu) akan memasuki masa kampanye (November 2023 -
Februari 2024), masa dimana belanja politik akan menambah belanja baik
Pemerintah, Lembaga Non profit maupun Masyarakat.
Setelah pemaparan, maka dilanjutkan dengan sesi sharing tanya jawab, dimana terdapat 4
orang penanya.
·
Pertanyaan pertama diajukan
oleh Ester yaitu,”apa upaya yang dapat
dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat dalam menjaga inflasi di
Indonesia?”. “Penyebab terjadinya inflasi ada dua yaitu demand dan cost. Kalau
dorongan dari demand itu sehat jadi,kalau terjadi kenaikan demand artinya daya
beli masyarakat meningkat. Tapi, yang menjadi masalah adalah dari sisi cost. Jadi,
yang di atasi oleh setiap pemerintah di setiap negara itu adalah jangan sampai
inflasi naik karena faktor cost. Cost itu tadi bisa karena faktor distribusi
dan birokrasi. Indonesia hampir bisa dikatakan sepanjang inflasi yang terjadi kenaikannya
banyak ditimbulkan atau didorong oleh cost. Makanya sekarang pembangunan
infrastruktur, penyederhanaan rantai distribusi dari petani ke pasar itu juga
dilakukan oleh pemerintah yang concern pada sisi costnya”, jawab pemateri.
·
Pertanyaan kedua diajukan oleh Steven yaitu, “salah satu faktor resesi itu kan naiknya
suku bunga. Seperti yang kita ketahui tingkat suku bunga mempengaruhi
investasi, kira-kira bagaimana para investor mempersiapkan diri untuk
menghadapi resesi? Apakah investor perlu menambah atau mengurangi investasi?”.
“Suku bunga dinaikkan oleh bank sentral karena ingin menurunkan inflasinya.
Kenapa diperlukan menurunkan inflasi? Karena, saat inflasi naik bisa mengganggu
daya beli masyarakat. Kalau bicara investor, setiap investor pasti tujuannya
dia bisa mendapatkan tingkat return yang maksimal atau tingkat keuntungan yang
maksimal. Kalau suku bunga mengalami kenaikan otomatis kan akan mengganggu
pertumbuhan ekonomi. Nah, jadi bisa dibilang ketika pertumbuhan ekonomi
terganggu, pertumbuhan pendapatan juga akan terganggu. Laba perusahaan
bisa turun salah satunya apabila
biayanya naik. Mangkanya kenaikan suku bunga menjadi musuh bagi investor. Bisa
dibilang sekarang investor mulai mengurangi investasinya untuk kelas aset yang
berisisiko karena risiko sekarang sedang tinggi-tingginya akibat ketidakpastian
di 2023 yang tinggi. Para investor lebih memilih aset yang tidak berisiko
seperti emas, deposito dan ORI. Jadi dalam konteks kondisi kenaikan suku bunga
ini secara teoritis investor itu cenderung akan defensif makanya dia akan
mengurangi aset-aset beresiko”, jawab pemateri.
·
Pertanyaan ketiga diajukan oleh
Vera yaitu, “Jadi kalau pelaku ekonomi
seperti UMKM mungkin tidak terancam dengan resesi ekonomi global, karena
seperti yang kita tahu kebanyakan modal dan barangnya atau pendanaannya dari
lokal atau bahkan dari pribadi. Namun, bagaimana dengan perusahaan yang barang
produksinya, pendanaannya atau investornya kebanyakan dari luar negeri? Apa
langkah yang tepat dilakukan untuk perusahaan tersebut?”. “Apa yang harus
dilakukan tadi kalau bicara masalah tujuan atau target barangnya, target
konsumennya itu terganggu misalnya dia harus ekspor ke Amerika ternyata Amerika
mengalami hal yang bisa dihindari lagi caranya yang selalu dilakukan adalah
memperbesar atau mencari segmen baru. Beberapa pelaku usaha di Indonesia itu
sekarang coba masuk ke pasar. Saat ini pemerintah menganjurkan bahwa pengusaha
Indonesia yang bahan bakunya impor mulai mencari bahan lokal walaupun harganya
lebih mahal. Sama dengan 2023, ancamannya adalah penyusutan pertumbuhan jadi,
untuk case supplier dan pendanaan juga harus mencari alternatif pendanaan. Yang
sekarang pendanaan konvensional dan tradisional adalah perbankan. Namun,
sekarang bisa mencari akses pendanaan diluar perbankan seperti pasar modal.
Artinya mengcreate sumber pendanaan yang baru“, jawab pemateri
·
Pertanyaan keempat diajukan
oleh Jordi yaitu,”kalau dari yang bisa
kita ambil dan kita lihat, bahwa
perekonomian Indonesia sudah cukup baik bahkan salah menjadi satu negara yang menopang perekonomia ASEAN tapi,
kalau untuk pondasi perekenomian
Indonesia kita bagimana? apakah akan tetap kuat atau pada sektor-sektor tertentu ada hal hal yang perlu diperhatikan
atau mungkin dari pemerintah sendiri apakah ada yang perlu dibenahi?”.
“Ekonomi itu yang dicari pertumbuhan yang tinggi tapi, harus dilihat juga
sustainablenya apa. Sustainablenya bukan dari angka pertumbuhannya tapi
kualitas pertumbuhannya. Berbicara soal kualitas maka membahas struktur
ekonominya. Jadi, ekonomi kita harus ditopang oleh struktur ekonomi yang cukup
baik sehingga kualitasnya baik. Perbaikan struktural menjadi isu yang cukup
penting dan ternyata proven dalam 10 tahun ini struktur ekonomi kita semakin
baik, ternyata daya tahan kita juga semakin baik. Jadi hal ini yang menjadi
concernnya. Ketika kualitas ekonomi kita semakin bagus, ternyata pertumbuhan
kita bisa dibilang cukup kuat. Jadi, apa yang harus dilakukan pemerintah adalah
menjaga konsistensi ini sekarang. Namun, faktor politik masih bisa
berkontribusi terhadap kondisi ekonomi“, jawab pemateri
Sebagai closing
statement dari pemateri, pemateri menyampaikan “Kalau saya memposisikan sebagai mahasiswa,
saya melihat bahwa kejadian pandemi ini sebuah kejadian yang sangat berharga.
Apalagi kalau saya melihat bagaimana pandemi punya pengaruh besar terhadap
perekonomian Global. Ini sebuah eksperimen, sebuah proses yang bisa saya
nikmatin sebagai seorang mahasiswa mahasiswi ekonomi, Hal ini menjadi
sebuah pembelajaran. Jadi, ini tentu menjadi sebuah hal positif yang bisa
kalian manfaatkan dan optimalkan karena memang tugasnya mahasiswa adalah
menyelesaikan proses pembelajaran di kampus dan karena bidang kita adalah
ekonomi, tentu tadi bahwa ternyata kondisi yang terjadi ini punya potensi yang
bagus untuk bisa menambah pemahaman dan pengetahuan kalian. Kondisi di mana
kalian bisa berargumen antara teori dalam teks book dengan kondisi ekonomi yang
riil. Apalagi zaman sekarang seluruh informasi bisa kalian dapat lewat
internet. Kalian mau cari apa yang dirilis oleh Bank Dunia tentang prediksi
mereka tentang ekonomi global, kalian bisa langsung dapatkan dengan melalui
internet. Apa yang mau diomongin IMF atau hasil rapat Gubernur The Fate atau
bank sentralnya Amerika dua hari yang lalu kalian bisa dapat pidatonya. Kalian
bisa telaah lagi pidatonya dan melihat apa arah kebijakan ke depan. Nah makanya
tadi bahwa dalam proses sekarang sebagai seorang mahasiswa ini momen yang
jangan sampai hilang. Jadi saya yakin kalau kalian bisa memanfaatkan maksimalnya tidak ada yang
sia-sia”.
Kegiatan FGD pun berakhir dan ditutup dengan doa dan
sesi foto bersama serta penyerahan sertifikat kepada pemateri. Dalam kegiatan FGD
ini dihadiri oleh 28 partisipan (27 AKK dan 1 AKPIPA). Dari segi kuantitas
diskusi ini tidak tercapai. Dari segi kualitas, terdapat tiga sasaran kualitas.
Pertama peserta diskusi (AKK) mengetahui topik
terkait resesi ekonomi 2023 (tercapai), kedua peserta diskusi (AKK) termotivasi
untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan resesi ekonomi 2023
(tercapai), ketiga peserta diskusi (AKK)
termotivasi untuk mengemukakan pendapat (tercapai).
Komentar
Posting Komentar