Membawa Bekal, Untuk Hidup yang Lebih Baik

Masih segar dalam ingatan saya ketika masih di sekolah dasar, membawa bekal atau yang lebih sering kita sebut sebagai bontot menjadi kewajiban bagi saya. Berbagi bekal bersama teman-teman menjadi rutinitas yang menyenangkan. Membawa bekal adalah budaya yang menyenangkan masa itu. Namun bertambah dewasa, disadari atau tidak, orang yang membawa bekal justru dicap cupu, gak gaul, aneh, dan lain sebagainya.

Menurut hasil survei yang dipaparkan dalam seminar Indonesia’s Hottest Insight 2013 yang diadakan pada 7 Mei 2013, 56% anak sekolah membawa bekal ke sekolah. Angka ini cukup menggambarkan dewasa ini membawa bekal bukan lagi budaya yang gencar bagi anak-anak. Hanya 56% anak-anak membawa bekal padahal kita tahu betapa nakalnya produsen jajanan anak sekolahan. Pewarna tekstil dan boraks tak segan-segan dicampurkan kedalam makanan. Hal ini hanya bertujuan kepada satu hal, laba sebesar-besarnya. Angka itu dari penelitian dengan sampel anak-anak. Bagaimana dengan kita, mahasiswa?

Sehubungan dengan Hari Bawa Bekal Nasional” di bulan April ini, kita refleksikan bahwasannya budaya membawa bekal di kalangan mahasiswa tidak lagi keren. Jarang terlihat mahasiswa membawa bekal. Sebagai seorang mahasiswa yang merupakan penyalur perubahan, seharusnya kita peduli dengan realita ini. Untuk itu, kita butuh melakukan suatu pre-campaign untuk menggalakkan budaya membawa bekal. Ada serangkaian cara agar membawa bekal tidak dipandang kurang gaul, misalnya, bekal yang dibawa ditata sedemikian rupa menarik, membawa tempat bekal yang bagus, atau dengan mem-posting bekal yang kita bawa ke media sosial. 

Disadari atau tidak, dengan membawa bekal begitu banyak manfaat yang kita peroleh. Yang pertama, bekal yang kita bawa pasti akan sesuai dengan selera kita. Sehingga kita akan lebih semangat mengkonsumsi bekal tersebut. Selanjutnya, bekal yang kita bawa dapat dijamin kehigienisannya dan sudah tentu sehat dan bermanfaat untuk tubuh kita. Seperti yang kita ketahui, banyak produsen makanan yang nakal, tidak perduli dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan kepada konsumennya. Yang ketiga, dengan membawa bekal kita akan lebih berhemat, sejumlah dana yang tadinya kita habiskan untuk makan di kantin bisa ditabung.

Dengan banyaknya manfaat yang bisa kita petik dari membawa bekal, masihkah kita cuek terhadap bekal? Di momen “April Bawa Bekal ini, mari kita tekadkan untuk meningkatkan kualitas hidup kita. Salah satu caranya dengan membawa bekal, hal yang relatif gampang untuk kita lakukan. Hal “gampang” ini adalah budaya baik yang sudah mengendur bagi kita. Untuk itu, demi kesehatan, mari kita galakkan kembali budaya bawa bekal.

Erick P Ketaren
140501075 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KRISTEN: AGEN ATAU KONSUMEN??? (Ditulis oleh ESRA SHINTIA D. PANGARIBUAN)

Resume Diskusi: Visi dan Misi USU

Kajian: Lulus Kuliah Sudah Tau Mau Kemana?