Critical Thinking: Berani Berpikir dan Bersikap Kritis terhadap Sekitar
Training daring berjudul “Critical Thinking: Berani Berpikir dan Bersikap Kritis terhadap Sekitar” merupakan program pertama dari Divisi Diskusi Campus Concern FEB USU di semester A tahun 2022. Adapun sasaran kualitas dari program ini adalah peserta training (AKK) mengetahui cara berpikir kritis sesuai dengan metode/kerangka yang disampaikan pemateri, peserta training (AKK) termotivasi mampu melakukan metode berpikir kritis yang baik dan benar, dan peserta training (AKK) termotivasi mengemukakan pendapat.
Training dilaksanakan pada hari Jumat, 25 Maret 2022 pukul 19.00 WIB melalui aplikasi conferencing video, Zoom Cloud Meeting. Moderator training adalah Devi Yuliana Manurung (Akuntansi 2019). Pemateri training adalah Jessica Pradipta Alam Napitupulu (Alumni FEB USU Akuntansi 2016, Awardee XL Future Leaders Batch 6, Koordinator Divisi Kajian dan Tulisan Campus Concern 2018). Training diawali dengan perkenalan diri oleh moderator diikuti ibadah singkat dengan lagu dan doa pembuka serta pengenalan Campus Concern secara singkat yang dibawakan oleh moderator. Selanjutnya moderator mempersilakan pemateri untuk memaparkan materi.
Critical thinking for digital well-being, untuk apa sih kita belajar Critical Thinking? Berpikir itu adalah salah satu keterampilan hidup, sementara critical thinking itu lebih ke berpikir dengan sikap kritis. Critical thinking bersifat aktif tapi bukan berarti agresif.
Kemampuan untuk dapat berpikir kritis menjadi sangat perlu dimiliki oleh semua orang. Hal-hal yang memengaruhi sebagai berikut:
Dipengaruhi dan mempengaruhi
Saat ini social media sangat ramai digunakan oleh setiap kalangan. Apapun yang kita scroll dan kita brows dari handphone ataupun laptop itu bisa dipengaruhi oleh pembuat konten dan kita adalah konsumen konten dalam hal ini. Dipengaruhi dalam arti bisa dipengaruhi dengan kebenaran yang baik dan bisa pula dipengaruhi dengan menggiring opini. Kita bisa dipengaruhi hal buruk dan kita juga bisa mempengaruhi orang ke hal baik dengan cara kita membuat konten.
Punya kendali dalam arus informasi
Dari banyaknya informasi yang kita terima saat ini, diharapkan memiliki kendali untuk memilah informasi.
Sadar dan tidak hanyut
Kita sebagai mahasiswa Kristen harus menjadi garam dan terang. Kita tidak boleh asal menerima informasi melainkan menyaring informasi dan mencari kebenaran atas informasi yang kita terima.
Mature learning adalah pembelajaran dewasa yang independen (tidak bergantung) bukan karena seseorang kita kagumi sedang marah terhadap suatu hal maka kita juga marah secara dependen. Kita bisa membuat keputusan sendiri dalam bersikap dan memahami sebuah keadaan atau fenomena. Hal yang bisa kita lakukan untuk memahami dan membuat sebuah keputusan adalah:
Sikap mengolah informasi, sadar pada informasi yang bersifat mengiring
Ada tiga sikap mengolah informasi:
auto setuju, menerima informasi tanpa mempertanyakan lagi.
auto menolak mentah-mentah tanpa terbuka untuk mempertimbangkan lagi.
memberi ruang untuk meresap, mengolah dan mencari tahu perspektif sumber lain.
Sadar bias informasi, asosiasi dan emosi individu mempengaruhi interpretasi terhadap informasi.
Jika kita sudah emosi terhadap seseorang, kita pasti cepat untuk menghakimi orang tersebut. Kita akan merasa bahwa apa yang disampaikannya adalah kebohongan. Akan tetapi ada seseorang yang kita sukai dan kita idolakan ketika ia menyampaikan informasi, kita akan menerima dan mempercayai bahwa apa yang disampaikan adalah benar. Disinilah letak bias informasi tersebut ada asosiasi yang menutup dan sudah dirumuskan dalam otak kita. Untuk itu kita harus benar-benar memahami dan mencari tahu kebenaran akan informasi yang kita terima.
Literasi digital, pembelajaran yang tidak ada hentinya (learn more to know more, know more to learn more).
Pada akhirnya dalam Critical Thinking kita perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Ketika kita mendengar suatu hal yang baru, belum pernah kita dengar sebelumnya tentu kita akan sulit memahami informasi dari hal baru tersebut. Begitu pula ketika kita sudah pernah mengetahui suatu hal dan kita memiliki pengetahuan yang cukup akan hal itu, maka akan lebih mudah untuk menggali informasi dan bahkan membagikan informasi ke orang-orang di sekeliling kita.
Setelah pemaparan materi, moderator membuka sesi Tanya jawab. Pertanyaan pertama oleh Ryan F. Panggabean kepada pemateri yaitu: “Akhir-akhir ini saya sering diperhadapkan dengan data-data di perbankan, tetapi saya menemukan bahwasannya saya kurang mendapat insight. Saya menduga kurang mampu untuk menggabungkan/menghubungkan data yang satu dengan yang lainnya. Menurut pemateri bagaimana cara untuk menggabungkan/menghubungkan data yang satu dengan yang lainnya agar dapat menghasilkan informasi atau insight yang baru”.
“Yang bisa kita upayakan adalah kita harus mengumpulkan informasi lebih banyak lagi. Informasi tidak harus kita yang arahkan, kita bisa membaca kajian yang mengarahkan. Selain mengumpulkan data kita boleh mengumpulkan informasi. Informasi bisa kita create dan bisa kita interpret dari yang sudah ter-create. Kita juga tidak harus memaksakan agar data tersebut terhubung. Karena hal itu bisa jadi memang tidak terhubung. Dalam hal berpikir kritis diperlukan keberanian (berani salah) jika data yang kita peroleh tidak berpengaruh itu tidak masalah. Dari data yang tidak kita ketahui sebelumnya, kita dapat memperoleh informasi-informasi baru dari aspek yang belum kita tahu sebelumnya”, jawab Pemateri.
Kemudian, Moderator kembali membuka sesi tanya jawab kepada peserta. Pertanyaan kedua diajukan oleh Firma Sembiring “Bagaimana sikap kita ketika kekritisan kita dibenturkan dengan kepentingan kelompok kita?”.
Pemateri menjawab “Yang pertama, kita harus mengetahui visi misi kelompok kita. Apakah kepentingan yang membenturkan kekritisan kita itu sesuai visi misi kelompok? Jika setelah kita bedah bahwa kekritisan kita tersebut tidak sesuai dengan visi misi kelompok tersebut maka mulailah mengkritisi kelompok tersebut. Jika menurut Firma merasa hal yang ingin dikritisi sesuai tujuan awal walaupun hanya Agung yang merasa ada hal yang tidak tepat dan harus di kritisi maka jangan mundur. Akan tetapi, jika Agung merasa bahwa Agung yang harus intropeksi diri maka harus merendahkan hati untuk mengikuti sebagaimana kelompok tersebut inginkan.”
Pertanyaan kedua selanjutnya diajukan oleh Jerri Valdo Sihaloho “Saya berbagi pengalaman mengkritisi sebuah organisasi yang saya ikuti, akan tetapi Saya tidak menerima feedback yang baik dari teman-teman dalam organisasi tersebut. Bagaimana menurut Pemateri cara bersikap untuk menghadapi hal ini?.”
Pemateri kemudian menjawab “Jika kita sudah mengetahui mengenai visi misi kelompok , organisasi tersebut seperti apa, dan kita ingin mengkritisi kelompok tersebut namun tidak dipedulikan maka kita boleh mengetahui hal-hal berikut:
Mencari tahu apa alasan mereka menolak pendapat kita.
Mengapa pendapat yang kita berikan perlu direspon oleh kelompok tersebut.”
Lanjut si Pemateri, “Ketika kita sudah memahami hal tersebut maka kita akan menemukan jawaban alasan dari penolakan terhadap pendapat kita. Kita juga membutuhkan mentorship dalam kelompok tersebut untuk saling berbagi kondisi dan mencari solusi bersama.”
Sesi pertanyaan pun usai, Moderator selanjutnya membagi peserta training ke lima breakout room untuk berdiskusi dengan fasilitator untuk membahas kasus yang diharapkan dapat melatih peserta dalam berpikir kritis. Setelah waktu yang sudah ditetapkan terhadap masing-masing kelompok untuk berdiskusi berakhir, Maka moderator memilih perwakilan dari kelompok 1 untuk berbagi hasil diskusi yaitu mengenai “Investasi Ilegal” yang marak di Indonesia. Perwakilan kelompok 1 menyampaikan maraknya masyarakat Indonesia yang berinvestasi secara ilegal dikarenakan kurangnya literasi masyarakat Indonesia serta didorong dengan adanya sikap menginginkan kekayaan secara instan, hal ini yang menyebabkan banyaknya para investor mengalami kasus penipuan. Solusi yang dapat diberikan yaitu dengan menambah literasi mengenai seputaran investasi serta menanamkan modal di perusahaan yang sudah terdaftar di OJK. Pemateri menanggapi bahwa data yang disampaikan kurang lengkap. Pemateri menyarankan untuk menambahkan data-data yang diperoleh dari OJK agar informasi lebih akurat.
Selanjutnya Moderator kembali memilih perwakilan kelompok yang akan berbagi hasil diskusi dan segera mempersilakan kelompok 3 untuk berbagi mengenai persoalan “Mahasiswa Apatis”. Apatis yang dimaksud adalah Mahasiswa yang kurang peduli terhadap persoalan di lingkungan kampus, tempat tinggal dan lingkungan masyarakat. Penyebab dari mahasiswa apatis dipicu akibat adanya kekecewaan yang dirasakan oleh mahasiswa, adapun mahasiswa yang dihadapkan akan kegiatan sehingga mengabaikan hal lain. Jerri Valdo Sihaloho selaku perwakilan kelompok 3 kembali menjelaskan sikap apatis yang muncul juga dapat diakibatkan dengan adanya persepsi bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Setelah Jerri selesai memaparkan secara singkat, Pemateri menanggapi bahwa yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah pengertian apatis sesungguhnya. Kemudian kita bisa melihat lingkungan sosial mahasiswa tersebut apakah hanyalah sebuah asumsi dia bahwa dia adalah apatis.
Selanjutnya Moderator menyerahkan sertifikat penghargaan kepada Pemateri dan mengadakan sesi foto yang dipimpin oleh moderator. Sebagai closing statement dari Pemateri, Pemateri menyampaikan “Kita punya pilihan untuk berempati ataupun tidak, kita punya pilihan untuk tidak kritis, kita punya pilihan untuk tidak berniat berpikir kritis. Kita boleh saja memilih untuk diam saja. Akan tetapi dalam empati kita kembali dipanggil dalam lingkungan kita masing-masing untuk diarahkan ke yang baik menurut Allah bukan yang baik menurut kita. Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Selamat mengubah dunia dan kampus kita”.
Kegiatan training pun berakhir dan ditutup dengan doa serta sesi foto bersama. Dalam kegiatan training ini dihadiri oleh 45 partisipan (29 AKK 10 AKPIPA 5 non AKK, dan 1 alumni). Dari segi kuantitas training ini tidak tercapai. Dari segi kualitas ada 3 sasaran kualitas. Sasaran kualitas pertama peserta training mengetahui cara berpikir kritis sesuai dengan metode/kerangka yang disampaikan (tercapai). Sasaran kualitas kedua peserta training termotivasi untuk mampu melakukan metode berpikir kritis yang baik dan benar (tercapai). Sasaran kualitas ketiga peserta training termotivasi mengemukakan pendapat (tercapai).
Komentar
Posting Komentar