Hakikat
Mahasiswa dan MuridNya
Mahasiswa harus kritis,
berdiskusi, dan aksi......... Begitu nyanyian yang kerap
terdengar dalam aksi/kegerakan mahasiswa. Setujuhkah kita dengan lirik lagu
tersebut? Jangan terburu skeptis dan antipati dengan pertanyaan tersebut.
Menjadi mahasiswa bukan
suatu kebetulan. Banyak orang ingin merasakan gelar “Kemaha(siswa)an”.
Kita dipilih dan ditempatkan Tuhan saat ini untuk menjadi mahasiswa. Dari miliaran
jiwa di dunia, Tuhan memberikan anugerah khusus bagi kita saat ini. Yakni
berperan sebagai mahasiswa.
Banyak yang memandang
sebelah mata peran mahasiswa. Akhirnya menjadi sedikit keliru. Ada dua hakikat
yang tak dapat dipisahkan dari seorang mahasiswa kristus. Hakikat mahasiswa dan
hakikat Murid Kristus. Keduanya melebur menjadi satu dan tidak terpisahkan.
Mari bongkar dan susun
kembali pemahaman kita. Apa yang Tuhan kehendaki dari setiap hakikat kemahasiswaan
kita? Menjadi pribadi yang injili? Bukan itu. Bukan karena mahasiswa, kita
menjadi pribadi yang injili. Hidup yang injili adalah hakikat kita sebagai
hamba(murid) Kristus. Maka mahasiswa kristus harus injili. Hidup yang injili
adalah hakikat seumur hidup(bukan hakikat mahasiswa).
Masih ingatkah kalimat
john stott dalam buku The Contemporary Christian? “Today
people reject Christianity, not because it is false but because they think it
is irrelevant.” Ini terjadi karena orang kristen dianggap terpisah dengan
lingkungan(Juppa Haloho: dalam CAMP CC FE & Medan). Dengan kata lain kita
sering memisahkan hakikat Kemanusiaan dan Murid. Sehingga kekristenan tidak
mengakar dan menyatu dengan lingkungan kehidupannya.
Untuk mendapatkan hakikat
mahasiswa perlu dilihat kembali peran dan fungsinya. Mahasiswa kader biasanya
sedikit lebih tahu. Sederhananya, mereka
adalah mahasiswa yang akrab dengan nyanyian di lead. Mahasiswa kader memandang peran mahasiswa sebagai agent of change, iron of stock, moral force,
dan social control. sering kali Kaum Pietis memandangnya sesuatu yang utopis.
Kini kita ganti menjadi suatu pengharapan.
Jika berbicara peran
mahasiswa, tidak lagi banyak yang bergairah. Mungkin kalah pamor dengan peran gadget. Mahasiswa kini lebih sibuk bertukar
pesan pakai smartphone daripada bertukar
gagasan dalam diskusi. Lebih senang menghindari kesulitan birokrasi kampus
dengan amplop daripada membenturkan diri dengan pengharapan. Beberapa mahasiswa
terlihat lebih lama di pajus daripada di kampus.
Status kita terlalu
cepat berubah. Tanpa disadari kita telah dua/tiga tahun sebagai mahasiswa.
Pertanyaannya, sebagai mahasiswa apa yang telah kita perbuat bagi kampus,
bangsa dan negara? Refleksikan kembali! Sebelum tamat dan meninggalkan
kemahasiswaan, Pikir kembali apa yang akan kita perbuat bagi kampus. Jangan
terkesima dengan penampilan kampus yang sepertinya bebas persoalan.
Jangan lagi alergi
untuk berdiskusi. Malas mendengar, melihat dan bersuara. Berdiam diri
menyaksikan ketidakbenaran. Tingkat berpikir mahasiswa lebih dari menghapal.
Tingkat berpikir yang sadar, kritis, dan analitis. Mampu berpikir untuk
memecahkan persoalan(problem solving)
dan mencipta(create). Ada beban
tridarma perguruan tinggi di pundak sivitas akademika. Mahasiswa merupakan
bagian terpenting di dalamnya. Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian
Masyarakat tidak boleh ditinggalkan.
Berhenti apatis menjadi
langkah awal memahami hakikat mahasiswa. Apatis terhadap persoalan kampus,
bangsa dan negara. Sebab Dia pun mengerti dan peduli persoalan yang sedang
terjadi. Persoalan yang kita alami. Biarkan Tuhan pakai kita menjadi alatnya. Mentransformasi
struktur yang menjadi kapasitas mahasiswa. Terlibat aktif dalam kegiatan
mahasiswa, kepanitiaan, dan organisasi kemahasiswaan. Bukan untuk eksistensi/aktualisasi
diri dan menjadi mahasiswa oportunis. Tidak pula meninggalkan hakikat kemuridan
kristus.
Hendaknya, kedua
hakikat tersebut tidak saling dipertentangkan. Mana yang menjadi terlebih
dahulu dan berikutnya. Sehingga kembali muncul pertanyaan klasik. Ayam atau
telur dulu ? Mahasiswa atau hamba dulu? Keduanya tidak terpisahkan. Cari lah dahulu kerajaan Allah,kebenaran,
dan hidup...! Saya setuju. Demikian hakikat kita sebagai murid kristus yang
kiranya tidak bertentangan dengan hakikat mahasiswa atau sebaliknya.
Tentu kita rindu
menghadirkan shalom Allah di kampus ekonomi. Dan setiap saat kita berdoa tidak
hanya memohon tetapi kita juga rindu menjadi jawaban doa. Menjadi jawaban doa
tentu tidak hanya melipat tangan saja. Bagaimana kita berdoa bagi kampus jika
kita tidak membenturkan diri dan mengenal kampus. Kerinduan kita bersama
Mahasiswa Kristus untuk kemulian Allah di Kampus Ekonomi kiranya semakin nyata.
Salam Kasih,
Change the World and My Campus through me,
Lord
Ditulis oleh SEPTON MALAU
Komentar
Posting Komentar