Kajian: Budaya Hedonisme Generasi-Z
Seiring perkembangan teknologi, mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup yang semakin fleksibel. Maraknya tempat belanja modern seperti mall, cafe, e-commerce, market place, tempat nongkrong atau ngopi dan sebagainya ternyata mendapat respon yang baik dari Mahasiswa.
Menurut Dewojati (2010)
hedonisme memiliki arti pandangan hidup yang menganggap bahwa
kesenangan serta kenikmatan materi ialah tujuan utama
hidup. Gaya hidup hedonis pada mahasiswa adalah perilaku
mahasiswa dalam menggunakan waktu yang bertujuan untuk mencari kesenangan dan kenikmatan materi karena menganggap hidup hanya sekali dan harus
dinikmati dengan bebas.
Terdapat dua faktor yang
dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
individu (internal) dan dari luar diri
individu (eksternal). Faktor internal tersebut meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, konsep diri, kepribadian dan
motif, sedangkan faktor eksternal meliputi
kelas sosial, kelompok referensi, keluarga dan kebudayaan.
(sumber: http://eprints.ums.ac.id/65395/11/NASKAH%20PUBLIKASI%20dewi.pdf)
Divisi Kajian dan Tulisan telah
melakukan survey cepat kepada anggota Kelompok Kecil (AKK) FEB USU melalui
tautan (https://bit.ly/HedonismeGenerasiZ)
yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh teknologi dan perkembangan
zaman terhadap sikap hedonisme AKK FEB
USU. Dalam Menyusun kajian ini, Divisi Kajian dan Tulisan membagi pertanyaan
kedalam tiga indikator, yakni kegiatan, minat, dan opini. Survei ini berhasil
mengumpulkan 78 responden ( mewakili 1/2n + 1 dari 141 AKK)
A. KEGIATAN
Kegiatan adalah salah satu aspek indikator dalam
penentuan gaya hidup hedonism generasi Z khususnya AKK FEB USU. Kegiatan atau kebiasaan individu dalam menghabiskan
waktunya berupa tindakan nyata yang dapat dilihat dan diwujudkan salam sikap
dan perilakunya seperti hobi atau hiburan dalam memperoleh kesenangan. Untuk
mengetahui itu, maka dilakukan survei terhadap AKK FEB USU.
Dalam aspek kegiatan ini, tentunya dapat dilihat dari pertemanannya karena biasanya dengan pertemanan orang akan melakukan banyak kegiatan atau aktivitas. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU, sebanyak 99% (77 orang) AKK yang memiliki kelompok pertemanan sedangkan 1% (1 orang) yang tidak memiliki kelompok pertemanan. Jadi, mayoritas AKK FEB USU memuliki kelompok pertemanan.
Seseorang itu bisa juga dikatakan hedon karena waktunya diluar rumah lebih banyak dan tidak melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat atau lebih digunakan untuk bersenang-senang. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU sebanyak 19,2% (15 orang) AKK menyatakan bahwa sangat tidak setuju untuk menghabiskan waktu diluar rumah untuk bersenang-senang, 47,4% (37 orang) AKK menyatakan tidak setuju untuk dirinya lebih banyak menghabiskan waktu diluar untuk bersenang–senang, 21,8% (17 orang) AKK menyatakan dirinya setuju lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk bersenang – senang, dan 11,5% (9 orang) AKK menyatakan bahwa dirinya sangat setuju lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bersenang – senang. Dari survei ini, ternyata AKK minoritas yang menghabiskan waktunya diluar rumah untuk bersenang-senang dam mayoritas tidak menghabiskan waktunya untuk bersenang – senang atau melakukan kegitan yang lebih bermanfaat.
Dari aktivitas pembelian suatu barang dapat kita ketahui apakah sesorang itu hedon atau tidak. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU sebanyak 21,8% (17 orang) AKK sangat tidak setuju dan 42,3% (33 orang) AKK tidak setuju bahwa dirinya memutuskan membeli barang setelah melihat iklan di media sosial atau platform penjualan online. Sedangkan 28,2% (22 orang) AKK setuju dan 7,7% (6 orang) AKK sangat setuju bahwa dirinya memutuskan membeli barang setelah melihat iklan di media sosial atau platform penjualan online. Dengan demikian, mayoritas AKK tidak langsung memutuskan membeli barang setelah melihat iklan di media sosial atau platform penjualan online.
Dari kegiatan yang dilakukan mahasiswa seperti
melakukan pembelian, pergi keluar rumah untuk bersenang-senang tentunya akan
membutuhkan biaya. Maka dari itu, perlu kita sesuaikan dengan pemasukan dan
pengeluaran masing – masing. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei
terhadap AKK FEB USU, sebanyak 77% (60 orang) AKK pemasukannya dalam sebulan
< Rp 1.000.000, sebanyak 19% (15 orang) AKK pemasukannya Rp 1.000.000 – Rp
2.000.000, sebanyak 1% (1 orang) AKK yang memiliki pemasukan sebulannya Rp
2.000.000 – Rp 3.000.000 dan sebanyak 3% (2 orang) AKK yang memiliki pemasukan
dalam sebulan sebesar > Rp 3.000.000. Dari survei ini, mayoritas AKK
pemasukan dalam sebulannya sebesar < Rp 1.000.000 dan minoritas di atas Rp
1.000.0000.
Frekuensi berbelanja seseorang itu juga menentukan dan mempengaruhi seberapa hedonisme seseorang dilihat dari aspek kegiatan range shopping fashion mereka. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU, sebanyak 64% (60 orang) frekuensi shopping fashionnya 0-1 kali dalam sebulan, sebanyak 29% (23 orang) frekuensi shopping fashionnya 2-3 kali dalam sebulan. Ada sebanyak 4% (3 orang) yang frekuensi shopping fashion 4-5 kali dalam sebulan, serta sebanyak 3% (2 orang) frekuensi shopping fashionnya > 5 kali. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas AKK FEB USU frekuensi shopping fashion mereka 0-1 kali dalam sebulan.
Berdasarkan survei mengenai kegiatan atau aktivitas
diluar rumah, maka perlu juga disurvei berapa rata – rata biaya yang dikeluarkan
untuk hiburan mungkin pergi ke cafe, bioskop, konser, dan semacamnya dalam
sebulan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei terhadap AKK FEB USU
sebanyak 39% (30 orang) rata – rata biaya yang dikeluarkan untuk hiburan
sebesar < Rp 50.000, sebanyak 60% (47 orang) rata – rata biaya yang
dikeluarkan untuk hiburan sebesar Rp 50.000 – Rp 500.000 dan sebanyak 1% (1
orang) rata – rata biaya yang dikeluarkan untuk hiburan sebesar Rp 600.000 – Rp
1.000.000. Jadi, kebanyakan rata – rata
biaya yang dikeluarkan AKK FEB USU untuk hiburan sebesar Rp 50.000 – Rp
500.000, kemudian sebesar < Rp 50.000 dan paling sedikit sebesar Rp 600.000
– Rp 1.000.000.
Berdasarkan beberapa hal diatas, sehingga dapat disimpulkan bahwa AKK FEB USU dilihat dari aspek kegiatannya bahwa dapat dikatakan mayoritas tidak hedon dan minoritas bisa dikatakan hedonisme.
B.
MINAT
Mengidolakan tokoh atau bias. Berdasarkan survei, kebanyakan AKK mengidolakan dengan sewajarnya. Sebanyak 72 % AKK memilih untuk tidak membeli tiket apabila diadakan konser oleh bias atau tokoh idola mereka. Artinya AKK mampu memilih-milah terhadap hal yang lebih prioritas. Namun disisi lain ada 3% akk yang rela seberapa pun biaya tiket konser bias, AKK akan membeli.
kebanyakan orang sering menjadikan suatau barang menjadi priorotas karena sedang marak diperbincangkan atau dikenakan oleh khalayak. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, terdapat 48 AKK memilih untuk tidak membeli barang yang sedang trend, menjadikannya prioritas, hingga memutuskan untuk membeli. Dalam hal ini, AKK lebih memilih untuk membeli barang secara prioritas sesuai keinginan dan tidak selalu membeli barang yang sedang trend saja. Banyak pertimbangan AKK dalam memutuskan pembelian barang yang tidak dipaparkan secara spesifik.
Barang yang sudah branded pasti diidamkan oleh banyak orang. Bukan hanya kualitas yang sudah pasti, orang pun biasanya akan lebih percaya diri jika mengenakannya. Bicara tentang alasan membeli barang, ditemukan dalam survei ini bahwa Sebanyak 38 AKK (49 %) sangat setuju jika membeli barang branded berdasarkan kualitas, 15 Orang (19%) menyetujuinya.
Sebanyak 15 orang (19 %) tidak setuju untuk membeli barang branded berdasarkan kualitas, dan 10 orang (13%) sangat tidak setuju jika membeli barang branded berdasarkan kualitas. Artinya, AKK masih mayoritas membeli barang branded karena mengetahui bagaimana kualitas barang tersebut.
keinginan
akan suatu produk, namun tidak bisa memilikinya karena kendala keuangan bisa
memicu perasaan yang sedih. Memutuskan untuk menggunakan pembayaran dengan
angsuran atau yang dikenal dengan istilah pay
later, menjadi salah satu opsi yang bisa dilakukan pada zaman teknologi
ini. Dari survei cepat yang dilakukan oleh tim redaksi, AKK cenderung tidak
memilih penggunaan pay later.
terdapat 55 orang (71%) tidak menyetujui menggunakan pay later jika dalam
situasi kekurangan dana, 14 orang responden (18%) menyatakan tidak setuju.
Sebanyak 8 orang mengatakan setuju untuk menggunakan metode pembayaran tersebut
dalam masa kekurangan dana, serta 1 responden yang sangat setuju akan hal
tersebut. Dalam hal tersebut dapat
dikatakan AKK sudah bijak dalam mengelola Keuangan untuk gaya hidup, karena
pada faktanya penggunaan pay later
dapat meningkatkan kita kearah hedonisme.
C.
OPINI
Dalam melakukan pembelian produk branded, biasanya terdapat banyak alasan yang mendorong seseorang dalam memilih keputusan pembelian terhadap barang tersebut. Agar tampil lebih berkelas bahkan hanya sekedar mendapatkan titik fokus orang-orang terhadap individu itu sendiri. Dari survei yang sudah dilakukan, sebanyak 54,4% AKK (43) mengaku biasa saja saat membeli produk branded, lalu terdapat 33,3% (26) AKK yang mengatakan lebih percaya diri saat menggunakan barang branded. Disusul sebanyak 16% (13) AKK mengaku menjadi lebih keliatan mewah jika mempunyai barang branded. Kemudian adanya keinginan untuk menaikkan gengsi dan menaikkan status sosial sebanyak 12,7% (10) AKK dan 8,6% (7) AKK, selebihnya dikarenakan senang terhadap barang yang pastinya berkualitas, barang yang mampu bertahan lama , dan beberapa juga menanggapi bahwa mereka belum pernah melakukan pembelian barang branded sebelumnya.
Berdasarkan
suatu pandangan yang diajukan kepada AKK FEB USU mengenai individu yang
menganut hedonisme, Sebanyak 56% (44) AKK menyatakan sangat setuju bahwa
Individu yang menganut hedonisme akan selalu berusaha mendapatkan apa yang
diinginkan. 30,5% (24) AKK mengatakan setuju atas pernyataan tersebut.
Sedangkan, sebanyak 13,5% (10) AKK menyatakan tidak setuju bahwa Individu yang
menganut Hedonisme selalu berusaha mendapatkan apa yang diinginkan. Berdasarkan
survei ini, sangat banyak AKK yang setuju terhadap individu yang selalu
berusaha mendapatkan segala keinginannya merupakan individu yang menganut
hedonisme karena membeli segala keinginan tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.
Membeli barang sesuai kebutuhan merupakan penerapan sikap sederhana maupun hemat. Namun, bagaimana pandangan AKK terhadap pernyataan bahwa berbelanja di luar kebutuhan termasuk suatu gaya hedonisme. Dari hasil data yang diperoleh melalui survei, sebesar 44,8% (35) AKK sangat setuju dan 23 AKK lainnya bahwa berbelanja diluar kebutuhan termasuk gaya hidup yang hedonisme. Di sisi lain, terdapat 24,2% menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Berdasarkan survei ini, mayoritas AKK memandang bahwa dengan mementingkan keinginan diatas kebutuhan merupakan suatu gaya hidup hedonisme.
Sebagai sebuah aktivitas dan kebutuhan yang penting bagi remaja, berteman dapat membuat remaja tumbuh menjadi lebih baik namun dapat juga justru menghambat diri, terdapat banyak pengaruh yang kita dapat dari kelompok pertemanan baik dalam konteks positif maupun negatif dan salah satunya adalah ketenaran. Untuk mendapat popularitas, beberapa remaja kadang berusaha untuk bergaul dengan orang ‘kalangan atas’ atau semacamnya, dan hal ini mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap gaya hidup mereka yang bisa saja individu itu sendiri tidak semampu mereka. Berdasarkan pandangan tersebut, dari data survei AKK FEB USU, sebanyak 37% (29) setuju bahwa untuk menentukan tingkat popularitas, sangat penting untuk memilih teman pergaulan dan 19,2% (15) AKK bahkan mengaku sangat setuju. Namun, tak sedikit juga yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut, berdasarkan data, terdapat 29,8% (23) AKK yang mengaku tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Dan 11 AKK lainnya bahkan sangat tidak setuju atas hal tersebut. Beberapa menganggap bahwa dalam memilih teman pergaulan bukanlah semata hanya untuk meningkatkan popularitas.
Perihal
layanan apply kredit atau Paylater merupakan suatu layanan yang menjadi
favorite banyak orang. Saat baru saja menggunakan paylater, beberapa orang
mungkin akan melakukan pinjaman berupa barang berguna yang bermanfaat untuk
digunakan setiap hari dan bukan sekedar hanya hiburan semata. Namun, tak dapat
dipungkiri bahwa setelah menggunakan paylater dari waktu ke waktu, tak sedikit
orang yang mulai kalap dengan melakukan pembelian barang-barang yang tidak
berguna. Dan buruknya, membiarkan cicilan tersebut menunggak. Gaya hidup yang impulsif seperti inilah yang membuat
seseorang dapat menghamburkan uang secara berlebihan dan tidak terkontrol.
Setelah melihat hasil dari survei yang dilakukan untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap layanan ini, sebanyak 53,8% (42) AKK sangat setuju dengan adanya proses apply kartu kredit atau paylater yang semakin mudah akan mendorong perkembangan hedonisme, lalu 37,2% (29) juga menyatakan tetap setuju dengan pernyataan tersebut. Namun, terdapat beberapa AKK sebanyak 9% (7) yang tidak setuju bahwa semakin mudah proses apply kartu kredit atau paylater akan mendorong perkembangan hedonisme. Berdasarkan survei tersebut, Ternyata AKK sangat setuju dengan adanya layanan kredit dengan segala kemudahan prosedurnya seperti paylater akan semakin mendorong konsumen untuk melakukan pembelian sehingga timbullah sikap hedon tersebut.
Dari
uraian di atas, secara keseluruhan tim redaksi
menyimpulkan bahwa responden (AKK FEB USU) tidak menerapkan sikap hedonisme
dalam kehidupannya di era globalisasi ini. Berdasarkan
survei ini, untuk aspek kegiatan seperti pembelian fashion, melakukan kegiatan
di luar rumah sebagai kegiatan hiburan, responden tidak melakukan kegiatan yang
memicu sikap hedonisme. Karena mayoritas, responden kebanyakan memilih
melakukan kegiatan dari rumah daripada harus keluar rumah yang bisa menambah
pengeluaran. Dari aspek minat, responden dapat
mengendalikan diri terhadap keinginan untuk terlihat mewah dan hanya untuk
kesenangan pribadi. sedangkan untuk aspek opini, AKK sangat setuju bahwa budaya
hedonisme akan mendorong seseorang untuk selalu memenuhi keinginanannya hanya
untuk bersenang-senang. Dengan begitu, AKK FEB
USU mengetahui apa sebenarnya budaya hedonisme itu, yang akan memberikan dampak
yang kurang baik untuk setiap pribadi.
Karena
kelompok pertemanan juga berpengaruh pada gaya hidup
hedonisme, responden diharapkan lebih mengontrol diri ketika teman mengajak
untuk nongkrong, jalan- jalan maupun belanja dengan menolak secara halus, bisa
mencari teman yang mempunyai kegiatan lebih positif agar bisa mengubah
kebiasaan dengan kegiatan positif lainnya. Selain itu, AKK pun diharapkan agar melakukan memanajemen keuangan
dengan baik, agar terjadi keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan.
Pembelian yang akan kita lakukan bisa terarah karena sudah mengetahui mana yang
barang yang dibutuhkan atau hanya sekedar pemenuhan keinginan saja.
Komentar
Posting Komentar